+62 896 6423 0232 | info@idmetafora.com
Software ERP Indonesia IDMETAFORA


Mengenal Pajak Pertambahan Nilai (PPN)

31 August, 2022   |   Dwi

Mengenal Pajak Pertambahan Nilai (PPN)


Bagi kalian yang merasa kalau di saat kita membeli barang atau menggunakan jasa kita akan dikenakan biaya berlebih tidak seperti sebelum-sebelumnya. Biaya berlebih itulah yang disebut dengan PPN. Perlu kalian ketahui juga kalau tarif PPN terbaru sudah berlaku 1 April 2022 kemarin. Bagi kalian yang belum mengetahui yang dimaksud dengan PPN kalian bisa membaca artikel berikut ini

Apa itu PPN (Pajak Pertambahan Nilai)

PPN merupakan pajak tak langsung untuk barang atau jasa yang kita ginakan. PPN yang merupakan singkatan dari Pajak Pertambahan Nilai merupakan pemungutan pajak terhadap setiap transaksi/perdagangan jual beli produk/jasa dalam negeri kepada wajib pajak secara pribadi, badan usaha maupun pemerintah.
Istilah PPN dalam Bahasa Inggris disebut dengan Value Added Tax (VAT) atau Goods and Services Tax (GST). Pajak Pertambahan Nilai bersifat tidak langsung, objektif dan non kumulatif yang merupakan pajak tidak langsuung. Dalam penerapannya, Badan atau Perorangan yang membayar pajak ini tidak wajib untuk menyetorkan langsung ke kas negara, namun dapat dilakukan lewat pihak yang memotong/memungut PPN. Pelaku pajaknya terdiri dari Pengusaha Kena Pajak (PKP) dan non PKP. Perbedanya, jika PKP wajib untuk memungut, sebaliknya Non PKP tidak dapat memungut Pajak Pertambahan Nilai.
PPN sudah diterapkan sejak 1 Juli 2016, Pengusaha Kena Pajak atau PKP seluruh Indonesia wajib untuk membuat nota atau faktur pajak elektronik atau e-faktur guna menghindari pembuatan faktur pajak palsu untuk pemungutan PPN kepada para konsumen.

Dasar Hukum PPN di Indonesia

Banyak berubahan Undang-Undang tentang Pajak Pertambahan Nilai yang ada di Indonesia. Perubahan yang terjadi disebabkan oleh adanya pergantian model pemungutan pajak dan peraturan perundang-undangan agar bisa dibuat lebih sederhana dan adil untuk masyarakat termasuk dalam pembuatan faktur pajak yang akan dibuat. Undang-undang terkait Paja Pertambahan Nilai sudah di buat sejak tahun 1983.
Berikut ini merupakan undang-undang yang terkait dengan Paja Pertambahan Nilai yang ada di Indonesia:
1. Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1983
Yang pertama adalah UU No. 8 Tahun 1983 yang mengatur tentang Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah diciptakan untuk mengatur tentang PPN dan PPnBM (Pajak Penjualan atas Barang Mewah) yang diresmikan pada 1 April 1985.
2. Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2000
Setelah itu Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2000 tentang perubahan kedua atas Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1983 mengatur tentang PPN Barang dan Jasa dan PPnBM.
Perubahan tersebut dilakukan bertujuan untuk menciptakan sistem perpajakan yang tepat untuk masyarakat dan untuk meningkatkan penerimaan negara.
3. Undang-Undang Nomor 42 Tahun 2009
Perubahan yang ketiga adalah UU No. 42 Tahun 2009 mengatur tentang Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa dan PPnBM.
Untuk melengkapi kekurangan pada UU Pajak Pertambahan Nilai yang sebelum telah dibuat. Undang-undang ini bertujuan untuk memberikan keadilan hukum dan keamanan bagi negara dan masyarakat dengan sistem perpajakan yang jauh lebih sederhana.
4. Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020
Meski ketentuan baru tentang PPN juga diatur ulang dalam UU No. 11 Tahun 2020 tentang cipta kerja pada klater perpajakan, tetapi UU No. 42 Tahun 2009 ada sebagian yang masih berlaku.
Ada beberapa bagian pasal dalam undang-undang cipta kerja klaster perpajakan ini yang mengubah atau menambahkana beberapa pasar dari undang-undang pendahulunya.
5. Terbaru Undang-Undang Harmonisasi Peraturan Perpajakan No. 7 Tahun 2021
Peraturan perundang-undangan perpajakan tentang PPN terdapat dalam UU HPP No. 7 Tahun 2021 yang memuat tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan.
Dalam UU terbaru tersebut, tarif PPN mengalami kenaikan menjadi 11 persen, ketentuan ini sudah diberlakukan sejak 1 April 2022 kemarin. Lalu PPN akan kembali naik menjadi 12 persen di 2024 nanti. Sedangkan PPN untuk ekspor dikenakan tarif 0 persen.

Mekanisme PPN di Indonesia

Mekanisme yang berlaku tentang PPN di Indonesia adalah sebagai berikut:
1. PKP (Pengusaha Kena Pajak) yang melakukan penyerahan BKP (Barang Kena Pajak) atau JKP (Jasa Kena Pajak) wajib memungut Pajak Pertambahan Nilai dari pembeli atau penerima BKP atau JKP, dan membuat faktur pajak sebagai bukti atas pemungutannya.
2. Pajak Pertambahan Nilai yang tercantum dalam faktur pajak tersebut merupakan pajak keluaran bagi PKP penjual BKP atau JKP, yang besifat sebagai pajak yang harus dibayar.
3. Pada waktu PKP melakukan pembelian atau perolehan BKP atau JKP yang dikenakan PPN yang merupakan pajak masukan yang bersifat sebagai pajak yang dibayar di muka, sepanjang BKP atau JKP yang dibeli tersebut berhubungan langsung dengan kegiatan usahanya.
4. Untuk setiap masa pajak yang berlaku setiap bulan, apabila jumlah pajak keluaran lebih besar dari pajak masukan, maka selisihnya harus disetor ke Kkas negara paling lambat adalah di akhir bulan berikutnya setelah berakhirnya masa pajak dan sebelum surat pemberitahuan masa pajak pertambahan nilai akan disampaikan. Sebaliknya, apabila jumlah pajak masukan lebih besar dari pajak keluaran, maka selisih tersebut bisa dikompensasi ke masa pajak berikutnya. Restitusi hanya dapat diajukan pada pembukuan akhir tahun buku.
5. PKP di atas wajib menyampaikan SPT (Surat Pemberitahuan Tahunan) masa PPN setiap bulan ke KPP (Kantor Pelayanan Pajak) yang terkait paling lama akhir bulan berikutnya setelah berakhirnya masa pajak.

Fungsi dari PPN

1. Untuk Perhitungan Kekurangan Pajak atau Kelebihan Pajak
Fungsi utama dari pajak masukan dan pajak keluaran adalah sebagai perhitungan. Yang dimaksudkan apakah wajib pajak memiliki kelebihan membayar pajak atau justru memiliki kekurangan dalam membayar pajak. Pengurangan antara pajak masukan dan pajak keluaran bisa diketahui apakah ini kelebihan pajak atau justru kekurangan bayar pajak. Jika pajak masukan lebih besar dari pajak keluaran, maka berarti bahwa wajib pajak memiliki kurang bayar atau utang pajak yang harus dibayarkan. Tetapi jika sebaliknya, pajak keluaran yang lebih besar dari pajak masukan, maka kelebihan bayar harus disetorkan ke kas negara atau bisa untuk dikompensasi di perhitungan pajak pada bulan selanjutnya.
2. Sebagai Fungsi Anggaran
Fungsi Pajak Pertambahan Nilai juga sebagai fungsi anggaran atau budetair. Mengingat kalau pajak yang disetorkan ke nagara jadi salah satu sumber pendapatan negara yang dananya akan digunakan untuk membiayai negara.
3. Sebagai Fungsi Regulasi Pemerintah
PPN juga berfungsi untuk mengatur dan melaksanakan kebijakan pemerintah terutama di bidang sosial ekonomi. Seperti contohnya yaitu pajak yang dapat diregulasi untuk mengalami peningkatan bagi barang mewah dan minuman keras maupun tembakau atau rokok yang sudah sering dilakukan pada saat ini.
4. Fungsi Stabilitas Penerimaan Negara
Fungsi PPN berikutnya sebagai penerimaan negara yang memiliki peran untuk menjaga kestabilan ekonomi seperti untuk menekan inflasi. Dengan cara mengatur peredaran uang yang ada dalam masyarakat melalui proses pemungutan pajak masukan dan pajak keluaran yang lebih efektif. 
5. Fungsi Redistribusi atau Pembiayaan Negara
PPN juga berfungsi untuk membiayai pengeluaran umum dan pembangunan nasional yang dilakukan negara. Dengan pajak pemerintah dapat menciptakan kesempatan atau peluang kerja untuk masyarakat lebih luas. 

Barang atau Objek yang Terkena PPN

Diambil dari laman Kemneterian Keuangan, pengenaan PPN sudah diatur berdasarkan Pasal 4 ayat (1) Undang-Undang PPN. Di regulasi tersebut PPN dikenakan atas:
1. Penyerahan Barang Kena Pajak (BPK) dan Jasa Kena Pajak (JKP) di dalam daerah pabean yang dilakukan oleh pengusaha.
2. Impor Barang Kena Pajak.
3. Pemanfaatan barang kena pajak tidak berwujud dari luar daerah pabean di dalam daerah pabean.
4. Pemanfaatan jasa kena pajak dari luar daerah pabean di dalam daerah pabean.
5. Ekspor Barang Kena Pajak (BKP) berwujud yang dilakuan oleh Pengusaha Kena Pajak (PKP).
6. Ekspor Barang Kena Pajak (BKP) tidak berwujud oleh Pengusaha Kena Pajak (PKP).
 7. Ekspor Jasa Kena Pajak (JKP) yang dilakuan oleh Pengusaha Kena Pajak (PKP).
Selain yang ada di atas PPN juga dikenakan untuk:
1. Kegiatan membangun sendiri bangunan dengan luas lebih dari 200 meter persegi yang dilakukan di luar lingkungan perusahaan dan atau pekerjaan oleh orang pribadi atau badan yang hasilnya digunakan sendiri maupun pihak lainnya.
2. Penyerahan Barang Kena Pajak (BKP) aktiva yang menurut tujuan semula tidak untuk diperjualbelikan oleh oleh Pengusaha Kena Pajak (PKP). Selama pajak masukan yang dibayar pada saat perolehan aktiva tersebut boleh dikreditkan.

Barang atau Objek yang Bebas PPN

Berdasarkan aturan yang telah berlaku pada saat ini, jenis barang yang tidak dikenai PPN antara lain:
1. Barang hasil pertambangan atau hasil pengeboran yang diambil langsung dari sumbernya (minyak mentah, asbes, batu bara, gas bumi, dan lain-lain). Dalam catatan belum menjadi produk jadi atau siap di perjual belikan.
2. Barang kebutuhan pokok yang sangat dibutuhkan oleh masyarakat banyak (beras, jagung, susu, daging, kedelai, sayuran, dan lainnya).
3. Makanan dan minuman yang disajikan di restoran, hotel, rumah makan, warung, dan sejenisnya yang meliputi makanan dan minuman baik yang dimakan di tempat maupun tidak, termasuk makanan dan minuman yang diserahkan oleh usaha jasa boga atau catering.
4. Uang, surat berharga, dan emas batangan.

Sedangkan jasa yang tidak dikenakan Pajak Pertambahan Nilai antara lain seperti jasa pelayanan Kesehatan, jasa pelayanan social, jasa pengiriman surat dengan menggunakan perangko, jasa keuangan, jasa asuransi, jasa keagamaan, jasa pendidikan, jasa kesenian dan hiburan, jasa penyiaran yang tidak bersifat iklan, jasa angkutan umum di darat dan di air serta jasa angkutan udara, jasa tenaga kerja, jasa perhotelan, jasa yang disediakan oleh pemerintah dalam rangka menjalankan pemerintahan secara umum, jasa penyediaan tempat parkir, jasa telepon umum dengan menggunakan uang logam, jasa pengiriman uang dengan wesel pos, dan jasa boga atau catering.

Dasar Pengenaan Tarif PPN

Dasar Pengenaan Pajak (DPP) antara lain terdiri dari:
1. Harga Jual Barang atau Jasa
Harga Jual dapat dinilai berdasarkan uang, termasuk semua biaya yang diminta atau seharusnya diminta oleh penjual karena penyerahan Barang Kena Pajak (BKP).
2. Penggantian Barang atau Jasa
Penggantian dapat dinilai berdasarkan uang, termasuk segala biaya yang diminta atau seharusnya diminta oleh pengusaha karena penyerahan Jasa Kena Pajak, ekspor Jasa Kena Pajak, atau ekspor Barang Kena Pajak tidak berwujud.
3. Nilai Impor Barang atau Jasa
Nilai Impor merupakan uang yang digunakan sebagai dasar penghitungan bea masuk dan ditambah pungutan berdasarkan ketentuan yang sudah ada dalam peraturan perundang-undangan yang mengatur mengenai kepabeanan dan cukai untuk impor Barang Kena Pajak.
4. Nilai Ekspor Barang atau Jasa
Nilai Ekspor merupakan uang atau biaya yang diminta oleh eksportir.
5. Nilai Lainnya
Nilai Lain adalah nilai berupa uang yang ditetapkan sebagai Dasar Pengenaan Pajak yang diatur oleh Menteri Keuangan.
 
 

Liputan Software ERP IDMETAFORA Indonesia!

Jika anda merasa artikel ini bermanfaat, bagikan ke pengikut anda melalui tombol dibawah ini:



Software ERP Indonesia

Artikel rekomendasi untuk Anda