+62 896 6423 0232 | info@idmetafora.com
Software ERP Indonesia IDMETAFORA


Somasi Adalah: Ketahui Sifat, Fungsi, dan Hal-Hal yang Harus Diperhatikan dalam Membuat Somasi

26 November, 2023   |   Zulfahmi

Somasi Adalah: Ketahui Sifat, Fungsi, dan Hal-Hal yang Harus Diperhatikan dalam Membuat Somasi

Tahukah Anda dengan istilah somasi? Ketika Anda sedang menyimak suatu berita di televisi atau di media sosial, kemungkinan besar Anda telah sering mendengar kata tersebut. Somasi merupakah langkah umum dalam sebuah praktek hukum.

Umumnya, somasi diberlakukan dalam kasus-kasus ingkar janji atau wanprestasi yang tercatat dalam suatu kontrak. Namun, tidak hanya sebatas itu, somasi juga kerap digunakan dalam hal perkara pidana seperti penggelapan, penipuan, dan lain sebagainya. Pada artikel ini, akan diuraikan lebih detail terkait dengan somasi, termasuk definisi somasi, faktor-faktor yang memicu penerapan somasi, dan contoh konkret dari proses somasi tersebut.
 

Pengertian Somasi

Apa itu somasi? Istilah somasi sering kali digunakan untuk merujuk pada suatu peringatan, umumnya disebut sebagai surat teguran. Selain istilah tersebut, somasi juga sering disebut sebagai pernyataan kelalaian atau dalam bahasa Belanda dikenal sebagai “In Gebreke Gesteld”. Ketentuan mengenai somasi juga diatur dalam Pasal 1238 Undang-Undang Hukum Perdata, yang menyatakan bahwa:

“Seseorang yang memiliki utang akan dianggap lalai jika telah dinyatakan lalai melalui surat perintah atau dokumen yang serupa, atau jika berdasarkan inisiatifnya sendiri, disepakati bahwa keterlambatan dapat diartikan sebagai tindakan kelalaian, sesuai dengan batas waktu yang telah ditetapkan.”

Dalam Pasal 1243 KUH Perdata, membahas tentang tuntutan wanprestasi suatu perjanjian, yang hanya dapat diajukan setelah pihak yang berhutang diberi peringatan karena kelalaian dalam menjalankan kewajibannya. Peringatan ini dikeluarkan dalam bentuk tertulis, yang dikenal dengan sebutan somasi. Dalam ruang lingkup hukum perdata, tidak diatur secara spesifik terkait siapa yang berhak mengeluarkan somasi. Artinya, setiap individu memiliki kewenangan untuk dapat menerbitkan somasi, asalkan memiliki hak untuk melakukan tindakan hukum tersebut.

Tidak diwajibkan bagi pihak yang ingin mengeluarkan somasi untuk menggunakan jasa kuasa hukum. Bahkan, dalam konteks pengadilan perdata, tidak ada kewajiban untuk diwakilkan oleh kuasa hukum, sebagaimana diatur dalam Pasal 118 HIR yang menyatakan bahwa gugatan dapat diajukan oleh penggugat sendiri atau melalui kuasa hukumnya. Keberadaan kuasa hukum diizinkan, tetapi bukan merupakan suatu keharusan.

Somasi juga muncul sebagai konsekuensi dari ketidakpatuhan debitur terkait dengan kewajibannya yang sesuai dengan yang telah dijanjikan. Lalu, bagaimana status lalai diterapkan pada seorang debitur? Menetapkan seorang debitur dalam keadaan lalai adalah suatu peristiwa krusial dengan dampak hukum yang signifikan. Kondisi ketidakpatuhan dalam melaksanakan kewajiban disebut sebagai wanprestasi. Kreditur memiliki hak untuk menuntut debitur berdasarkan Pasal 1243 KUH Perdata, sedangkan tuntutan pembatalan perjanjian diatur oleh Pasal 1267 KUH Perdata.

Terdapat tiga cara bagaimana terjadinya suatu somasi, diantaranya yaitu:

1. Debitur melakukan prestasi yang tidak sesuai, sebagai contoh, kreditur menerima satu karung pasir padahal seharusnya berisi sekarung emas.

2. Debitur juga tidak memenuhi kewajiban prestasi pada tanggal yang telah disepakati. Ketidakpenuhan prestasi dapat berupa keterlambatan dalam melaksanakan kewajiban atau bahkan tidak memberikan prestasi sama sekali.

3. Terlebih lagi, prestasi yang diberikan oleh debitur menjadi tidak bermanfaat bagi kreditur karena telah melewati batas waktu yang telah disepakati.

Pengetahuan terkait somasi dijadikan sebagai instrument hukum untuk dapat mendorong debitur dalam memenuhi kewajibannya. Penting untuk diingat bahwa kondisi wanprestasi tidak sama dengan ketiadaan prestasi. Terdapat situasi di mana debitur mungkin tidak memenuhi kewajiban sebagaimana mestinya, namun hal tersebut belum tentu dikategorikan sebagai wanprestasi. Seorang debitur dianggap wanprestasi ketika saat setelah menerima somasi yang benar, ia tetap tidak memenuhi kewajibannya sebagaimana yang diharapkan.

Proses somasi harus dilakukan setidaknya sebanyak tiga kali oleh kreditur atau juru sita. Apabila somasi yang dikeluarkan tidak dipatuhi oleh debitur, maka kreditur memiliki hak untuk membawa masalah tersebut ke pengadilan. Keputusan mengenai apakah debitur telah melakukan wanprestasi atau tidak akan ditentukan oleh pengadilan.

Jika saat somasi sedang diabaikan atau bahkan tidak dipatuhi tanpa alasan yang sah, debitur dianggap berada dalam keadaan lalai. Wanprestasi oleh debitur memberi kreditur hak untuk mengajukan tuntutan, seperti pemenuhan perikatan, ganti rugi, pembatalan persetujuan timbal balik, pembatalan perikatan, dan juga tuntutan ganti rugi.
 

Sifat yang Dimiliki Somasi

Somasi merupakan bentuk peringatan atau pemberitahuan dari kreditur kepada debitur untuk memenuhi prestasinya pada waktu yang telah ditentukan. Dalam hal tersebut, dapat disimpulkan bahwa debitur dianggap dalam keadaan lalai setelah penerbitan somasi. Oleh karena itu, somasi dapat dianggap bersifat konstitutif, di mana debitur tidak dapat dianggap dalam keadaan lalai sebelum somasi dikeluarkan.

Penting untuk dicatat bahwa somasi bukanlah suatu langkah untuk dapat mengonfirmasi bahwa debitur memang tidak mampu memenuhi prestasinya atau berada dalam keadaan wanprestasi. Sebaliknya, somasi hanya berfungsi sebagai peringatan dari kreditur agar debitur mematuhi kewajiban atau prestasi yang telah disepakati.

Apabila debitur merespons somasi dengan mematuhi kewajiban dan melunasi semua hutang, maka debitur tidak akan dapat dianggao wanprestasi. Namun, jika debitur tanpa alasan yang sah tetap tidak mematuhi kewajiban yang diberikan oleh kreditur, maka somasi tersebut membuat debitur berada dalam keadaan lalai.
 

Prestasi dan Wanprestasi

Somasi adalah sebuah pemberitahuan yang diberikan kepada debitur untuk memenuhi kewajibannya. Esensinya, somasi menandakan bahwa debitur belum berhasil memenuhi prestasinya. Apabila debitur telah sukses dalam memberikan prestasi yang sesuai, maka somasi tidak diperlukan. Wanprestasi oleh debitur dapat terjadi dalam beberapa benuk, seperti keterlambatan, ketidakpenuhannya, atau penyelenggaraan yang salah dari prestasi yang dijanjikan. Penting untuk dicatat bahwa prestasi yang diberikan oleh debitur harus sesuai dengan komitmen yang telah disepakati. Jika tidak, hal tersebut akan dianggap sebagai ketidakpenuhan.

Kreditur memiliki hak untuk dapat menyampaikan protes jika barang atau prestasi yang telah diterima tidak sesuai dengan yang dijanjikan oleh debitur, terutama jika kreditur merasa tidak puas atau keberatan. Wanprestasi dapat memiliki konsekuensi serius, termasuk tetapnya perikatan antara kedua belah pihak. Meskipun begitu, kreditur tetap berhak untuk menuntut ganti rugi akibat keterlambatan tersebut, sebab kreditur dapat mengalami sebuah kerugian jika prestasi tidak diserahkan dalam waktu yang tepat.

Penting untut dicatat bahwa Pasal 1243 KUH Perdata menetapkan bahwa debitur harus mengganti rugi kepada kreditur dalam situasi wanprestasi. Dalam konteks ini, beban risiko akan dialihkan kepada debitur untuk kerugian yang muncul setelah dinyatakan wanprestasi, kecuali jika terdapat kesengajaan besar dari pihak kreditur.

Apabila dalam situasi di mana kreditur lalai dengan tanggung jawab yang dapat dibuktikan ketika debitur dalam keadaan memaksa, beban resiko akan diahlihkan menjadi kerugian debitur. Oleh karena itu, debitur hanya akan bertanggung jawab atas kesalahan besar atau kesengajaan lainnya. Selain itu, kreditur tetap diwajibkan untuk memberikan prestasi balasan sebagaimana yang diatur dalam Pasal 1602 KUH Perdata.

Dalam kerangka hukum Common Law, terdapat prinsip bahwa jika terjadi wanprestasi, kreditur memiliki hak untuk dapat menuntut debitur agar segera membayar ganti rugi, bukan hanya meminta pemenuhan prestasi. Namun, seiring dengan perkembangan waktu, selain ganti rugi, pemenuhan prestasi juga menjadi pilihan yang mungkin.

Di dalam sistem hukum Anglo Amerika, tidak diperlukan gugatan khusus untuk pembubaran perjanjian karena tindakan tersebut dapat dilakukan tanpa campur tangan dari hakim. Penting untuk dicatat bahwa tidak semua bentuk wanprestasi akan mengakibatkan hak untuk membubarkan perjanjian, karena terdapat batasan pada jenis pelanggaran yang dianggap terlalu berat.
 

Penyebab Diperlukannya Somasi

Somasi dapat diberikan karena beberapa alasan, antara lain:

1. Debitur memberikan prestasi yang tidak sesuai, seperti contohnya, kreditur menerima sekeranjang apel ketika seharusnya yang diterima adalah sekeranjang jeruk.

2. Debitur tidak memenuhi kewajiban prestasi pada tanggal yang telah ditentukan. Ketidakpenuhan ini dapat terbagi menjadi dua, yakni keterlambatan dalam melaksanakan prestasi dan ketidakmampuan untuk memberikan prestasi sama sekali. Ketidakmampuan melaksanakan prestasi bisa disebabkan oleh prestasi yang tidak mungkin dilakukan atau karena debitur secara tegas menolak memberikan prestasi tersebut.

3. Prestasi yang telah dilakukan oleh debitur tidak lagi memberikan manfaat bagi kreditur setelah melewati batas waktu yang ditentukan.
 

Contoh Beberapa Bentuk Somasi

Ada beberapa bentuk yang dimiliki oleh somasi, apa saja bentuknya? Berikut merupakan contoh beberapa bentuk somasi, diantaranya yaitu:

1. Surat Perintah
Melalui perintah tersebut, juru sita akan memberikan pemberitahuan lisan mengenai batas waktu maksimum bagi seorang debitur untuk dapat memenuhi kewajibannya. Dokumen ini juga sering disebut sebagai “Penertiban oleh Juru Sita.”

2. Akta Serupa atau Akta dengan Karakteristik Sejenis
Akt aini merupakan akta otentik yang memiliki kemiripan dengan surat perintah atau penertiban oleh juru sita.

3. Berdasarkan Kewajiban Sendiri
Berdasarkan kewajiban sendiri adalah bentuk perikatan yang mungkin timbul jika pihak-pihak yang berwenang menentukan adanya kelalaian dari pihak debitur.

Umumnya, somasi diberikan dalam 3 tahap, dengan setiap tahap memiliki batas waktu tujuh hari. Jika setelah 3 kali somasi pihak yang diberikan pemberitahuan tidak menanggapi atau merespon, maka tindakan hukum dapat diambil, baik melalui jalur perdata maupun pidana. Isi surat somasi seharusnya mencakup beberapa hal seperti tuntutan yang diajukan, dasar dari tuntutan tersebut, dan tanggal batas waktu pembayaran.
 

Beberapa Fungsi dan Tujuan Somasi

Somasi memiliki tujuan untuk memberikan kesempatan kepada pihak yang berpotensi menjadi tergugat untuk mengambil tindakan atau menghentikan suatu perbuatan sebagaimana yang diminta oleh pihak penggugat. Tindakan somasi dapat diambil baik oleh individu maupun kelompok. Proses somasi juga terbukti efektif dalam penyelesaian sengketa sebelum masuk ke tahap pengadilan. Pada saat calon tergugat tidak memenuhi kewajibannya, somasi berfungsi sebagai peringatan atau teguran sebelum pihak penggugat mengambil langkah hukum dengan mengajukan perkara ke pengadilan.

Fungsi dan tujuan somasi dalam penyelesaian sengketa sangatlah signifikan. Beberapa di antaranya mencakup:

1. Pemenuhan Kewajiban
Somasi berfungsi sebagai peringatan atau perintah kepada pihak yang akan digugat untuk segera memenuhi kewajibannya. Dengan demikian, somasi dapat merangsang pemenuhan kewajiban secara sukarela sebelum masalah tersebut berkembang menjadi proses hukum.

2. Peringatan Terkait Perbuatan
Somasi juga memiliki peran untuk dapat memberikan peringatan atau perintah kepada pihak yang akan digugat untuk menghentikan suatu perbuatan yang dianggap melanggar hak-hak pihak lain. Ini memungkinkan pihak yang merasa dirugikan untuk menegaskan jika tindakan tersebut tidak dapat diterima dan meminta supaya dapat dihentikan.

3. Upaya Pencarian Solusi
Somasi dapat menjadi sarana untuk mendesak pihak yang akan digugat agar mencari solusi atau jalan keluar dari masalah yang ada, baik itu terkait pemenuhan kewajiban atau penghentian suatu perbuatan. Dengan demikian, somasi dapat merangsang diskusi atau negosiasi antara pihak-pihak terkait untuk dapat mencapai penyelesaian yang memuaskan kedua belah pihak.

4. Opsi Penyelesaian Alternatif
Somasi dapat berfungsi sebagai opsi alternatif untuk menyelesaikan sengketa sebelum sengekta tersebut akan diajukan secara resmi ke pengadilan. Dalam beberapa kasus, somasi dapat membantu mencapai kesepakatan dan menyelesaikan sengketa dengan cara yang lebih cepat dan biaya yang lebih rendah dibandingkan dengan melibatkan proses peradilan formal.
 

Siapa Saja yang Berhak Mengajukan Somasi?

Pada dasarnya, somasi dapat diajukan oleh siapa saja yang merasa dirugikan atau mengalami pelanggaran prestasi dalam suatu perjanjian. Tidak ada persyaratan bahwa somasi harus disusun oleh kuasa hukum atau Lembaga bantuan hukum. Setiap individu memiliki hak untuk mengirim somasi tanpa perlu diwakili oleh kuasa hukum.

Dalam hal perusahaan, sesuai dengan Pasal 1 angka 5 Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas (PT), kewenangan perusahaan dapat diwakili oleh direksi. Namun, dalam praktiknya, pihak yang merasa dirugikan seringkali memberikan kuasa kepada individu lain, seperti kuasa hukum, untuk dapat Menyusun dan mengirimkan somasi.
 

Aspek-Aspek Penting dalam Membuat Somasi

Penting untuk diingat bahwa kelalaian dapat memiliki konsekuensi hukum yang serius. Untuk menyatakan bahwa seorang debitur berada dalam keadaan kelalaian, langkah-langkah somasi harus disusun dengan cermat. Tujuannya adalah agar pihak yang menerima somasi dapat memahami dengan jelas terkait permasalahan yang sedang dihadapi.

Ada beberapa hal yang perlu Anda perhatikan ketika hendak membuat atau menyusun somasi, diantaranya yaitu:

1. Menjelaskan Latar Belakang Terkait dengan Permasalahan dalam Somasi
Dalam mengeluarkan somasi, sangat penting untuk mengidentifikasi dengan jenis latar belakang permasalahan dan menyajikan fakta-fakta yang mendukung. Pernyataan dalam somasi harus didasarkan pada fakta yang dapat dipertanggungjawabkan, karena somasi yang hanya berdasarkan opini atau pendapat mudah untuk dipatahkan.

Sebagai pihak yang mengeluarkan somasi, tujuan utamanya adalah agar somasi tersebut memiliki dasar yang sangat kuat. Mempelajari perjanjian dan dokumen terkait adalah langkah kunci untuk memahami secara menyeluruh proses dan mengidentifikasi  akar permasalahan. Dengan demikian, dapat diestimasi apakah debitur telah melanggar perjanjian atau tidak memenuhi kewajiban.

2. Menekankan Teguran atau Perintah dalam Isi Somasi
Somasi harus dapat merinci teguran atau perintah yang spesifik terkait pelanggaran perjanjian. Dalam penyusunan somasi, penting untuk memastikan bahwa surat tersebut tidak hanya berisi permintaan pembayaran, tetapi juga mencakup teguran atau perintah yang sesuai. Somasi yang efektif harus mengandung pernyataan dengan jelas mengenai tuntutan yang diajukan, apakah itu permintaan pemenuhan perjanjian, ganti rugi, atau bahkan pengakhiran perjanjian antara kedua belah pihak.

Dengan menegaskan teguran atau perintah secara tegas, somasi dapat menjadi instrument yang lebih efektif dalam mendorong respon dan penyelesaian dari pihak yang berhutang. Kejelasan dalam somasi juga dapat menjadi dasar yang kuat jika penyelesaian damai tidak dapat dicapai dan proses hukum lebih lanjut diperlukan.

3. Kepastian Permintaan dalam Somasi
Dalam somasi, setiap permintaan yang diajukan, seperti pembayaran ganti rugi, pemenuhan perjanjian, atau pengakhiran perjanjian, harus diformulasikan secara jelas. Tiap permintaan perlu didukung oleh alasan yang tepat agar menghindari potensi konflik yang dapat muncul di masa mendatang. Seringkali pihak yang menerbitkan somasi dapat menjadi sasaran gugatan balik di pengadilan, yang tentu saja tidak diinginkan.

Tuntutan yang diajukan harus selaras dengan ketentuan yang tercantum dalam perjanjian yang berlaku. Penting juga untuk memberikan tenggang waktu yang wajar, memastikan bahwa pihak yang menerima somasi memiliki kesempatan yang cukup untuk merespons atau memenuhi tuntutan tersebut. Penetapan waktu harus menjadi kesepakatan bersama antara kedua belah pihak.

4. Membuka Peluang untuk Negosiasi
Secara prinsip, somasi dikirimkan sebagai pengingat kepada pihak yang terlibat yang mungkin lalai dalam memenuhi perjanjian, bukan hanya sebagai langkah awal untuk mengajukan gugatan. Somasi juga dapat menjadi pertanda awal akan munculnya sengketa, namun, penting untuk diingat bahwa penyelesaian masalah melalui negosiasi marupakan opsi yang efisien.

Meskipun somasi dapat dianggap sebagai langkah hukum, membuka ruang untuk negosiasi adalah strategi yang bijak. Ini memberikan kesempatan bagi kedua belah pihak untuk mencapai solusi yang dapat diterima tanpa melibatkan proses pengadilan yang memakan waktu dan juga biaya. Dalam konteks ini juga, menjaga kepada untuk tetap dingin dan mencari kesepakatan bersama dapat menjadi kunci utama dalam menyelesaikan permasalahan dengan cara yang paling efektif.
 

Keadaan yang Tidak Memerlukan dari Somasi

Terdapat beberapa situasi di mana penerbitan somasi tidak dianggap perlu, dan debitur dapat langsung dianggap dalam kondisi wanprestasi. Beberapa keadaan tersebut melibatkan yaitu:

1. Penolakan Debitur untuk Memenuhi Prestasi
Somasi tidak diperlukan jika debitur secara tegas menolak untuk memenuhi kewajibannya. Dalam kasus ini, kreditur dapat menganggap bahwa somasi tidak akan mengubah sikap debitur, dan dapat langsung mengambil langkah-langkah lanjutan.

2. Pengakuan Kesalahan oleh Debitur
Somasi tidak perlu diterbitkan jika debitur mengakui kesalahannya. Pengakuan ini bisa bersifa tegas atau implisit, misalnya ketika debitur menawarkan ganti rugi sebagai pengakuan atas kelalaiannya.

3. Prestasi yang Tidak Dapat Dipenuhi
Jika prestasi yang diharapkan tidak dapat dipenuhi oleh debitur karena kehilangan barang yang seharusnya diserahkan dan telah disepakati, somasi tidak dianggap perlu. Somasi umumnya dikeluarkan untuk mendorong pemenuhan prestasi, tetapi jika itu tidak mungkin terjadi, beberapa langkah selanjutnya dapat diambil tanpa adanya somasi.

Dalam konteks ini, situasi-situasi tersebut memberikan kreditur dasar hukum untuk langsung mengambil tindakan hukum tanpa memerlukan somasi sebagai langkah awal.

4. Kewajiban Debitur Sudah Tidak Relevan
Penerbitan somasi tidak diperlukan ketika kewajiban debitur untuk memenuhi prestasi telah kehilangan relevansinya. Sebagai contoh, jika debitur diwajibkan untuk menyerahkan peti mati dan kewajiban tersebut hanya dapat dilakukan dalam batas waktu tertentu, tetapi debitur dapat menyerahkan peti mati setelah pemakaman dilakukan, maka kewajiban sudah tidak memiliki arti atau manfaat lagi.

Dalam situasi di mana pemenuhan prestasi tidak dapat memberikan manfaat yang diharapkan atau sudah tidak relevan dengan tujuan semula, somasi tidak dianggap sebagai langkah yang diperlukan. Hal tersebut memberikan dasar untuk mengambil beberapa langkah lebih lanjut tanpa perlu melibatkan proses somasi, karena pemenuhan prestasi tidak lagi memiliki dampak yang diinginkan atau bermanfaat.
 

Contoh Somasi

Berikut merupakan contoh dari Somasi, diantaranya yaitu:

BANK REPUBLIK INDONESIA
CABANG YOGYAKARTA
Jln. Palagan Utara. Telp. (0374) 786445
 
Yogyakarta, 24 Agustus 2023
Nomor:
Lamp: 1 Eksp
Hal: Teguran Pertama
 
Kepada
Yth. Bapak Saiful Anwar
Jln. Gatot Kaca no. 16
Di Yogyakarta
 
Dengan hormat,
Kami ingin memberitahukan kepada Saudara bahwa berdasarkan perjanjian kredit yang telah ditetapkan antara Bank Republik Indonesia Cabang Yogyakarta dan Saudara pada tanggal 24 Juli 2022, disepakati bahwa setiap tanggal 10 bulan berikutnya Saudara diwajibkan untuk dapat membayar angsuran kredit, termasuk bunga sebesar Rp. 500.000 (lima ratus ribu rupiah) per bulan. Namun, setelah kami melakukan evaluasi terhadap data yang kami miliki, dapat disayangkan bahwa terdapat tunggakan pembayaran kredit yang mencapai Rp. 3.000.000 (tiga juta rupiah) atas utang pokok dan bunga.
Berdasarkan temuan tersebut, kami mengharapkan agar Saudara dapat segera melunasi kewajiban sebesar nominal yang telah disebutkan di atas, paling lambat tanggal 31 Oktober 2023.
Demikianlah pemberitahuan ini kami sampaikan, dan kami berharap Saudara dapat menindaklanjuti pembayaran sesuai dengan tenggat waktu yang telah ditentukan.
 
Hormat kami,
Pimpinan Bank Republik Indonesia
 
[Nama Pimpinan Beserta Tanda Tangan]
 

Kesimpulan

Somasi dapat diartikan sebagai surat peringatan yang diberikan kepada debitur untuk memenuhi kewajibannya sesuai dengan yang telah disepakati dalam suatu perjanjian. Somasi bersifat konstitutif, yang berarti debitur dianggap lalai setelah somasi dikeluarkan. Somasi bukanlah langkah untuk mengonfirmasi ketidakmampuan debitur, melainkan sebagai peringatan agar debitur dapat mematuhi kewajiban atau prestasi yang telah disepakati. Somasi juga memiliki tujuan mendorong pemenuhan kewajiban, memberikan peringatan terkait perbuatan, dan membuka peluang untuk negosiasi sebelum mencapai pengadilan. Siapa pun yang merasa dirugikan dapat mengajukan somasi, dan aspek-aspek utama dalam pembuatan somasi melibatkan klarifikasi latar belakang permasalahan, penekanan teguran atau perintah, kepastian permintaan, dan peluang untuk negosiasi. Terdapat situasi di mana somasi tidak diperlukan, seperti ketika debitur menolak secara tegas, mengakui kesalahan, atau kewajiban debitur sudah tidak relevan. Oleh karena itu, somasi menjadi langkah awal yang dapat diambil oleh pihak yang merasa dirugikan sebelum memutuskan untuk dapat melibatkan proses hukum yang lebih lanjut.

Liputan Software ERP IDMETAFORA Indonesia!

Jika anda merasa artikel ini bermanfaat, bagikan ke pengikut anda melalui tombol dibawah ini:



Software ERP Indonesia

Artikel rekomendasi untuk Anda