+62 896 6423 0232
|
info@idmetafora.com
Home
(current)
ERP System
Purchasing System
Warehouse Management System
Point of Sales System
Finance & Budgeting System
Accounting System
Legal & Administration System
Audit System
Tax System
Business Intelligent
Pharmacy Management System
Architect Management System
Project Management System
Web Development
Web Development Services
Our Web Portfolio's
Web Development Price List
Internet Of Things
Tech News
Our Company
About Us
Contact
Telephone
Apa Itu Toxic? Bagaimana ciri-ciri dan pengaruhnya dalam kehidupan sehari-hari
17 April, 2023
|
Iqbal
Toxic
"Toxic" pertama kali digunakan dalam konteks kimia pada abad ke-17 merujuk pada sesuatu yang berbahaya atau merugikan bagi kesehatan manusia atau lingkungan. Istilah ini dapat merujuk pada berbagai hal, seperti hubungan yang tidak sehat, lingkungan kerja yang beracun, bahan kimia atau zat-zat beracun, perilaku yang merugikan seperti pelecehan atau intimidasi, budaya yang merugikan, dan lain sebagainya.
Dalam konteks hubungan interpersonal, istilah "toxic" sering digunakan untuk menggambarkan hubungan yang tidak sehat, di mana ada perilaku yang merugikan, seperti kekerasan fisik, psikologis, atau seksual, manipulasi, atau sikap kontrol dan dominasi yang berlebihan.
Dalam lingkungan kerja, istilah "toxic" digunakan untuk menggambarkan lingkungan kerja yang tidak sehat, di mana ada perilaku merugikan seperti pelecehan atau intimidasi, diskriminasi, atau ketidakadilan, yang dapat mengancam kesehatan dan kesejahteraan karyawan.
Dalam konteks lingkungan dan kesehatan, istilah "toxic" digunakan untuk menggambarkan bahan kimia atau zat-zat berbahaya, seperti asap rokok, limbah industri, atau pestisida, yang dapat menyebabkan penyakit dan kerusakan lingkungan.
Penting untuk mengenali tanda-tanda perilaku atau lingkungan yang beracun dan mengambil tindakan untuk melindungi diri sendiri dan orang lain. Hal ini dapat mencakup membatasi kontak dengan orang yang berperilaku toksik, melaporkan perilaku merugikan kepada pihak berwenang, atau mengambil tindakan untuk meminimalkan paparan terhadap bahan kimia atau zat berbahaya.
Melanjutkan apasaja jenis-jenis serta sejarah singkat dari sifat toxic yang ada :
Toxic relationship
Istilah "toxic relationship" pertama kali digunakan pada tahun 1980-an oleh seorang ahli psikologi dan penulis bernama Lillian Glass dalam bukunya yang berjudul "Toxic People". Glass mengidentifikasi berbagai tipe orang yang memiliki perilaku yang merugikan dalam hubungan, seperti psikopat, maniak kontrol, dan manipulator, dan memberikan saran bagi orang yang berada dalam hubungan yang merugikan untuk melindungi diri mereka sendiri.
Sebelum istilah "toxic relationship" muncul, orang-orang lebih sering menggunakan istilah "abusive relationship" atau "dysfunctional relationship" untuk menggambarkan hubungan yang merugikan. Namun, istilah-istilah tersebut kurang spesifik dan tidak mampu menggambarkan kecenderungan kekerasan, kontrol, dan manipulasi yang sering terjadi dalam hubungan yang merugikan
Toxic workplace
Istilah "toxic workplace" muncul pada tahun 1990-an ketika para ahli mulai mempelajari dampak buruk dari lingkungan kerja yang tidak sehat, seperti stres, ketidakpuasan kerja, dan kelelahan. Pada saat itu, para ahli mulai mempelajari hubungan antara kondisi kerja dan kesejahteraan karyawan.
Istilah "toxic workplace" sendiri pertama kali digunakan pada tahun 1992 oleh dua peneliti bernama Paul D. Bliese dan Daniel L. Halbesleben. Mereka mengidentifikasi beberapa faktor yang dapat menyebabkan lingkungan kerja menjadi "toxic", termasuk konflik antar-karyawan, tekanan dari manajemen, dan kurangnya dukungan sosial.
Toxic culture
Istilah "toxic culture" muncul pada tahun 1980-an ketika para ahli mempelajari dampak buruk dari budaya organisasi yang tidak sehat pada kesejahteraan karyawan dan produktivitas perusahaan. Istilah "organizational culture" sendiri telah digunakan sejak awal tahun 1950-an untuk menggambarkan cara kerja dan nilai-nilai yang dianut oleh sebuah organisasi.
Seiring waktu, para ahli mulai memperhatikan bahwa beberapa organisasi memiliki budaya yang lebih buruk daripada yang lain, yang dapat menyebabkan tingkat stres dan ketidakpuasan yang lebih tinggi di kalangan karyawan dan bahkan dapat berdampak pada kesehatan mental dan fisik mereka. Istilah "toxic culture" digunakan untuk menggambarkan budaya organisasi yang merugikan, terutama yang berfokus pada kekuasaan, kontrol, dan intimidasi.
0Toxic chemica
Istilah "toxic chemicals" mengacu pada bahan kimia yang dapat membahayakan kesehatan manusia dan lingkungan jika digunakan dengan tidak benar atau bocor ke lingkungan secara tidak sengaja. Bahan kimia seperti merkuri, asbes, timbal, dan pestisida telah digunakan selama berabad-abad, dan kekhawatiran tentang dampak kesehatan dan lingkungan dari penggunaan bahan kimia ini mulai muncul pada abad ke-19.
Pada awal abad ke-20, banyak negara mulai mengeluarkan peraturan untuk mengatur penggunaan bahan kimia dan membatasi paparan manusia dan lingkungan terhadap bahan kimia berbahaya. Selama Perang Dunia II, produksi dan penggunaan bahan kimia meningkat drastis, dan penelitian tentang dampak kesehatan dan lingkungan dari bahan kimia semakin diperhatikan.
Pada tahun 1962, Amerika Serikat mengeluarkan undang-undang yang dikenal sebagai Kebijakan Substansi yang Berbahaya (Toxic Substances Control Act atau TSCA) yang memberi Badan Perlindungan Lingkungan AS (EPA) kekuasaan untuk mengatur penggunaan bahan kimia berbahaya. Undang-undang ini memberikan pengaturan lebih ketat terhadap bahan kimia baru dan eksisting, termasuk uji toksisitas yang diperlukan untuk mengidentifikasi efek kesehatan dan lingkungan dari bahan kimia yang baru diperkenalkan ke pasar.
Toxic behaviors
Istilah "toxic behavior" digunakan untuk menggambarkan perilaku yang merugikan orang lain atau lingkungan sekitar. Sejarah perilaku toksik ini tidak bisa dijelaskan dengan satu kejadian atau peristiwa tertentu karena perilaku ini telah ada sejak manusia mulai berinteraksi satu sama lain.
Namun, penelitian tentang perilaku toksik pada manusia telah dilakukan selama beberapa dekade terakhir. Pada tahun 1970-an, psikolog sosial George Levinger mengidentifikasi beberapa jenis perilaku toksik dalam hubungan interpersonal seperti memaksakan kehendak, agresi, dan penghinaan.
Selain itu, pada tahun 1980-an, psikolog klinis Paul Wachtel mempelajari perilaku toksik dalam konteks keluarga dan hubungan romantis. Dia mengidentifikasi jenis perilaku toksik seperti kontrol berlebihan, manipulasi emosional, dan penipuan.
Toxic social media
Toxic media adalah istilah yang digunakan untuk menggambarkan media atau konten yang merugikan kesehatan mental dan fisik seseorang. Istilah ini tidak bisa dijelaskan dengan satu kejadian atau peristiwa tertentu, namun seiring dengan perkembangan teknologi dan media, kemunculan konten toksik di media semakin meningkat.
Pada awalnya, media seperti televisi dan koran digunakan untuk menyampaikan informasi dan hiburan untuk masyarakat. Namun, dengan semakin berkembangnya teknologi dan internet, banyak orang sekarang lebih mengandalkan media sosial dan platform video online untuk mendapatkan informasi dan hiburan.
Sayangnya, banyak konten di media sosial dan platform video online yang tidak sehat dan merugikan, seperti konten kekerasan, pornografi, disinformasi, cyberbullying, dan ujaran kebencian. Semua jenis konten ini dapat berdampak buruk pada kesehatan mental dan fisik seseorang.
Toxic personality
Istilah "toxic personality" digunakan untuk menggambarkan pola perilaku dan sikap seseorang yang merugikan orang lain dan dirinya sendiri. Sejarah toxic personality tidak bisa dijelaskan dengan satu peristiwa atau kejadian tertentu, karena seperti halnya perilaku toksik lainnya, ini telah ada sejak manusia mulai berinteraksi satu sama lain.
Namun, para ahli psikologi telah lama mempelajari jenis kepribadian toksik dan dampaknya terhadap kesehatan mental dan emosional orang lain. Pada tahun 1960-an, psikolog Donald W. Dutton dan Arthur P. Aron mempelajari pola perilaku toksik dalam hubungan percintaan dan memperkenalkan konsep "love bombing", di mana seseorang akan memuji dan memberikan perhatian besar pada pasangan mereka sebelum berubah menjadi agresif dan merendahkan.
Pada tahun 1980-an, psikolog klinis Paul Wachtel mempelajari perilaku toksik dalam konteks keluarga dan hubungan romantis dan mengidentifikasi jenis kepribadian toksik seperti kontrol berlebihan, manipulasi emosional, dan penipuan.
Berikut adalah beberapa cara yang dapat membantu seseorang menjauhkan diri dari sifat "toxic":
-
k
enali tanda-tanda perilaku toksik
: Penting untuk memahami apa yang merupakan perilaku merugikan dan tidak sehat, seperti manipulasi, pelecehan, atau sikap kontrol yang berlebihan.
-
Jangan merendahkan diri sendiri
: Berhenti membiarkan diri merasa rendah atau tidak dihargai oleh orang lain. Mulailah membangun rasa percaya diri dan kepercayaan pada diri sendiri.
-
Buat batasan yang jelas
: Tetapkan batasan yang jelas dan tegas terhadap perilaku merugikan dan tidak sehat. Berhenti membiarkan orang lain memanipulasi atau mengontrol kehidupan Anda.
-
Temukan dukungan yang positif
: Temukan orang-orang yang memberikan dukungan positif dan membantu membangun rasa percaya diri Anda.
-
Jaga kesehatan mental dan fisik
: Melakukan kegiatan fisik yang sehat seperti olahraga atau yoga, dan menjaga kesehatan mental dengan terapi atau meditasi dapat membantu mengurangi stres dan meningkatkan kesehatan secara keseluruhan.
-
Hargai diri sendiri dan orang lain
: Hindari perilaku merendahkan atau menyalahkan orang lain. Berusaha untuk memahami dan menghargai diri sendiri serta orang lain, dan berbicara dengan bahasa yang jelas dan positif.
-
Evaluasi lingkungan sekitar
: Jika lingkungan di sekitar Anda tidak mendukung kehidupan yang positif, pertimbangkan untuk mencari lingkungan yang lebih positif dan sehat, misalnya dengan mencari lingkungan kerja atau hubungan yang lebih sehat.
Semua orang bisa belajar dan berubah untuk menjadi lebih positif dan menghindari sifat "toxic". Penting untuk memahami tanda-tanda perilaku merugikan dan mengambil tindakan yang tepat untuk melindungi diri sendiri dan orang lain.
Toksik dapat memiliki dampak yang signifikan pada kesehatan mental dan emosional seseorang. Sifat-sifat toksik seperti manipulasi, pengendalian berlebihan, dan kekerasan dapat merusak hubungan interpersonal dan membuat seseorang merasa tidak aman, tertekan, dan cemas.
Dalam hubungan percintaan atau pertemanan yang toksik, seseorang mungkin merasa dirinya tidak dihargai, disalahgunakan secara emosional atau bahkan fisik, dan merasa terjebak dalam situasi yang tidak sehat. Kondisi tersebut dapat menyebabkan stres kronis dan gangguan mental seperti depresi dan kecemasan, serta menghambat kemampuan seseorang untuk membangun hubungan sehat di masa depan.
Dalam lingkungan kerja yang toksik, seseorang mungkin merasa tertekan, merasa tidak dihargai, dan memiliki tingkat stres yang tinggi, yang dapat mempengaruhi produktivitas dan kinerja kerja. Dalam kasus yang ekstrem, lingkungan kerja yang toksik dapat menyebabkan gangguan stres pasca-trauma dan memicu kondisi seperti sindrom kelelahan kronis dan depresi.
Oleh karena itu, penting untuk mengenali sifat toksik dan mengambil langkah-langkah untuk menjauhkan diri dari lingkungan dan hubungan yang merugikan kesehatan mental dan emosional. Terapi dan dukungan psikologis juga dapat membantu seseorang untuk mengatasi dampak yang telah terjadi dan membangun keterampilan untuk menghadapi situasi yang toksik di masa depan.
Liputan Software ERP IDMETAFORA Indonesia!
Jika anda merasa artikel ini bermanfaat, bagikan ke pengikut anda melalui tombol dibawah ini:
Tertarik berlangganan artikel seperti ini di email? Silahkan email anda dibawah ini!
Subscribe Now
This site is protected by reCAPTCHA and the Google
Privacy Policy
and
Terms of Service
apply.
Ciptakan Terobosan: Peluang Magang di Startup Teknologi yang Disruptif di Jogja
Kesempatan lowongan magang terbaru di tahun 2024
Baca Selengkapnya..
Memanfaatkan Teknologi dengan Bijak: Gaya Hidup Anak Muda di Era Digital
Baca Selengkapnya..
Super Apps dan Anak Muda: Mengapa Semua yang Kamu Butuhkan Ada di Genggaman
Baca Selengkapnya..
Peran Influencer dalam Pemasaran Digital
Baca Selengkapnya..
Peran Teknologi dalam Menghadapi Dinamika Lingkungan Bisnis: Studi Kasus Perusahaan Digital
Baca Selengkapnya..
Omnichannel Marketing: Meningkatkan Pengalaman Pelanggan dengan Integrasi Lintas Saluran
Baca Selengkapnya..
Pengaruh Generasi Z terhadap Tren Konsumsi
Baca Selengkapnya..
Esports: Karier Masa Depan atau Hobi Seru? Jawabannya di Tangan Gen Z dan Alpha
Baca Selengkapnya..
Revolusi Internet of Things (IoT) dalam Kehidupan Sehari-hari
Baca Selengkapnya..
Teknologi Quantum: Terobosan Menuju Kecepatan dan Akurasi Data
Baca Selengkapnya..
Transformasi Bisnis dengan Teknologi AI dan Otomasi
Baca Selengkapnya..
Ekonomi Kreator: Peluang Bisnis yang Dikembangkan oleh Gen Z dan Alpha
Baca Selengkapnya..
Robot, AI, dan Kita: Mengapa Generasi Baru Perlu Jadi Ahli Teknologi
Baca Selengkapnya..
Web 3.0 dan Blockchain: Peluang Baru untuk Transformasi Digital
Baca Selengkapnya..
Transformasi Digital di Era 5G: Peluang dan Tantangan bagi Perusahaan
Baca Selengkapnya..
Predictive Analytics dalam Bisnis: Meningkatkan Efisiensi dan Akurasi Prediksi
Baca Selengkapnya..
Peran Teknologi dalam Mengurangi Emisi Karbon dan Mengatasi Perubahan Iklim
Baca Selengkapnya..
Inovasi Teknologi Terkini yang Mengubah Lanskap Bisnis Modern
Baca Selengkapnya..
Peran Digital Twin dalam Manufaktur dan Pemeliharaan Prediktif
Baca Selengkapnya..
Pentingnya Manajemen Risiko dalam Penggunaan Teknologi Baru
Baca Selengkapnya..
Customer Relationship Management (CRM): Memaksimalkan Efisiensi dan Kepuasan Pelanggan
Baca Selengkapnya..
Pengembangan Produk Digital: Metode Lean Startup untuk Bisnis Modern
Baca Selengkapnya..
Analisis Sentimen sebagai Alat Pemahaman Perilaku Konsumen di Era Digital
Baca Selengkapnya..
Tags
toxic relationship
toxic workplacev
toxic culture
toxic personality
toxic behaviors
toxic media
toxic chemicals
toxic people
effects of toxic behavior
signs of toxic behavior
toxic communication
Artikel rekomendasi untuk Anda
Memanfaatkan Teknologi dengan Bijak: Gaya Hidup Anak Muda di Era Digital
Super Apps dan Anak Muda: Mengapa Semua yang Kamu Butuhkan Ada di Genggaman
Peran Influencer dalam Pemasaran Digital
Peran Teknologi dalam Menghadapi Dinamika Lingkungan Bisnis: Studi Kasus Perusahaan Digital
Omnichannel Marketing: Meningkatkan Pengalaman Pelanggan dengan Integrasi Lintas Saluran
Pengaruh Generasi Z terhadap Tren Konsumsi
Esports: Karier Masa Depan atau Hobi Seru? Jawabannya di Tangan Gen Z dan Alpha
Revolusi Internet of Things (IoT) dalam Kehidupan Sehari-hari
Teknologi Quantum: Terobosan Menuju Kecepatan dan Akurasi Data
Transformasi Bisnis dengan Teknologi AI dan Otomasi
Ekonomi Kreator: Peluang Bisnis yang Dikembangkan oleh Gen Z dan Alpha
Robot, AI, dan Kita: Mengapa Generasi Baru Perlu Jadi Ahli Teknologi
Web 3.0 dan Blockchain: Peluang Baru untuk Transformasi Digital
Transformasi Digital di Era 5G: Peluang dan Tantangan bagi Perusahaan
Predictive Analytics dalam Bisnis: Meningkatkan Efisiensi dan Akurasi Prediksi
Peran Teknologi dalam Mengurangi Emisi Karbon dan Mengatasi Perubahan Iklim
Inovasi Teknologi Terkini yang Mengubah Lanskap Bisnis Modern
Peran Digital Twin dalam Manufaktur dan Pemeliharaan Prediktif
Pentingnya Manajemen Risiko dalam Penggunaan Teknologi Baru
Customer Relationship Management (CRM): Memaksimalkan Efisiensi dan Kepuasan Pelanggan
Pengembangan Produk Digital: Metode Lean Startup untuk Bisnis Modern
Analisis Sentimen sebagai Alat Pemahaman Perilaku Konsumen di Era Digital
Back to top