+62 896 6423 0232 | info@idmetafora.com
Software ERP Indonesia IDMETAFORA


Pengertian, Tarif, dan Cara Menghitung Pajak Penghasilan Pasal 21 (PPh 21)

30 March, 2023   |   AnjasLeonardi

Pengertian, Tarif, dan Cara Menghitung Pajak Penghasilan Pasal 21 (PPh 21)

Mari mengenal apa itu Pajak Penghasilan Pasal 21 (PPh 21). Ada yang belum tahu apa itu PPh 21? Jika belum tahu, mari kita mulai dengan pengertian PPh 21. PPh 21 menurut Peraturan Direktur Jenderal (Perdirjen) Pajak Nomor PER-32/PJ/2015 adalah pajak atas penghasilan berupa gaji, upah, honorarium, tunjangan, dan pembayaran lain dengan nama dan dalam bentuk apapun yang sehubungan dengan pekerjaan atau jabatan, jasa, dan kegiatan yang dilakukan oleh orang pribadi subjek pajak dalam negeri.
Setelah mengetahui apa itu PPh 21, lalu pekerjaan apa sajakah sebenarnya yang dikenai wajib pajak PPh 21? Mari kita simak daftar pekerjaan yang dikenai wajib pajak PPh 21 di bawah ini.
 
Pengertian Pajak Penghasilan Pasal 21 (PPh 21)
PPH21 adalah kependekan dari Pajak Penghasilan yang dipotong oleh pihak ketiga yang dikenakan atas penghasilan yang diterima oleh seorang karyawan atau pegawai. PPH21 merupakan pajak yang dikenakan atas penghasilan karyawan yang diterima dalam satu tahun kalender. Besarnya PPH21 yang harus dipotong dari gaji karyawan ditentukan oleh pemerintah Indonesia dan diatur dalam Undang-undang Pajak Penghasilan. PPH21 dipotong oleh pihak ketiga, yaitu oleh perusahaan tempat karyawan bekerja, dan kemudian disetorkan ke pemerintah. PPH21 ini termasuk dalam pajak penghasilan yang bersifat final, sehingga tidak perlu dilaporkan lagi di saat pelaporan pajak tahunan.
 
Dasar Hukum Pajak Penghasilan Pasal 21 (PPh 21)
Dasar hukum Pajak Penghasilan Pasal 21 (PPh 21) adalah Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2008 tentang Pajak Penghasilan dan Peraturan Pemerintah Nomor 23 Tahun 2018 tentang Pajak Penghasilan atas Penghasilan dari Pekerjaan.
Undang-undang tersebut merupakan payung hukum utama yang mengatur sistem perpajakan di Indonesia, termasuk aturan tentang PPh 21. Sedangkan Peraturan Pemerintah Nomor 23 Tahun 2018 menjabarkan lebih lanjut tentang tarif dan aturan perhitungan PPh 21.
Selain itu, beberapa peraturan turunan lainnya yang berkaitan dengan PPh 21 adalah sebagai berikut:
  1. 1.Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-26/PJ/2018 tentang Pedoman Pelaksanaan Pajak Penghasilan atas Penghasilan dari Pekerjaan untuk Pegawai yang Bekerja pada Pemberi Kerja atau Badan Usaha yang Mempekerjakan Pegawai pada Sektor Keuangan.
  2. 2.Peraturan Menteri Keuangan Nomor 94/PMK.03/2019 tentang Tata Cara Pemotongan, Penyetoran, dan Pelaporan Pajak Penghasilan Pasal 21 atas Penghasilan dari Pekerjaan atau Penghasilan Serupa.
  3. 3.Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-05/PJ/2021 tentang Tata Cara Pelaporan Data dan Informasi Pemotongan, Penyetoran, dan Pelaporan Pajak Penghasilan Pasal 21 atas Penghasilan dari Pekerjaan atau Penghasilan Serupa.
Dengan adanya dasar hukum tersebut, setiap orang atau perusahaan yang memiliki penghasilan dari pekerjaan atau penghasilan serupa diwajibkan untuk membayar pajak PPh 21 sesuai dengan ketentuan yang berlaku.

Siapa Yang Wajib Membayar Pajak Penghasilan Pasal 21 (PPh 21)
Pajak Penghasilan Pasal 21 atau PPh 21 adalah pajak penghasilan yang dipotong dari gaji atau penghasilan karyawan yang diterima dalam satu tahun kalender. Oleh karena itu, wajib membayar PPh 21 adalah setiap karyawan atau pegawai yang menerima penghasilan dari suatu perusahaan atau organisasi.
Perusahaan atau organisasi yang membayar gaji atau penghasilan kepada karyawan wajib menanggung dan memotong PPh 21 dari penghasilan tersebut. PPh 21 dibayar secara bulanan dan disetorkan ke Kantor Pelayanan Pajak (KPP) oleh perusahaan atau organisasi tersebut.
Namun, terdapat beberapa kategori karyawan yang dikecualikan dari kewajiban membayar PPh 21, seperti karyawan yang penghasilannya kurang dari ambang batas penghasilan yang ditetapkan oleh pemerintah atau karyawan yang sudah pensiun. Selain itu, PPh 21 juga tidak berlaku bagi karyawan yang telah dikenai pajak final seperti PPh pasal 4 ayat (2) atau PPh pasal 23.
 
Manfaat Membayar Pajak Penghasilan Pasal 21 (PPh 21)
Membayar Pajak Penghasilan Pasal 21 atau PPh 21 memiliki beberapa manfaat, di antaranya:
  1. 1.Menjalankan kewajiban sebagai warga negara yang baik dan bertanggung jawab dalam membiayai kegiatan pemerintah.
  2. 2.Menjaga legalitas dan keamanan keuangan pribadi serta menghindari risiko sanksi dan denda dari pihak pajak.
  3. 3.Memperoleh identitas pajak yang berguna dalam mengajukan kredit atau pinjaman pada lembaga keuangan.
  4. 4.Meningkatkan kesempatan mendapatkan fasilitas sosial dan ekonomi yang diberikan oleh pemerintah, seperti akses ke layanan kesehatan dan pendidikan.
  5. 5.Menjaga kestabilan sistem keuangan negara dan meningkatkan kemampuan pemerintah dalam membiayai kegiatan dan program pembangunan nasional.
  6. 6.Memberikan sumbangan dalam pengentasan kemiskinan dan ketimpangan sosial, karena sebagian besar pajak yang diterima oleh pemerintah digunakan untuk membiayai program-program sosial dan pembangunan infrastruktur.
  7. 7.Meningkatkan daya saing dan citra Indonesia di kancah internasional, karena pemerintah dapat memanfaatkan pajak yang diterima untuk mengembangkan ekonomi nasional dan meningkatkan kesejahteraan rakyat.
Dengan demikian, membayar PPh 21 memiliki banyak manfaat baik bagi individu maupun negara secara keseluruhan.
 
Berapa Pajak Penghasilan Pasal 21 (PPh 21) Yang Harus Dibayar
Besarnya pajak penghasilan Pasal 21 (PPh 21) yang harus dibayar tergantung pada jumlah penghasilan bruto yang diterima oleh karyawan atau pegawai selama satu tahun kalender. Tarif PPh 21 sendiri diatur berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 23 Tahun 2018 tentang Penghasilan Yang Tidak Dikenakan Pajak dan Penghasilan Yang Kena Pajak Tapi Tidak Dipotong Pajak serta Tarif Pajak Penghasilan Pasal 21 yang Berlaku pada Perusahaan atau Pengusaha yang Menerapkan Pemotongan dan Penyetoran Pajak.
Saat ini, tarif PPh 21 berdasarkan PP Nomor 23 Tahun 2018 adalah sebagai berikut:
  1. 1.Penghasilan hingga Rp 50 juta per tahun, tarif pajak 5%
  2. 2.Penghasilan di atas Rp 50 juta hingga Rp 250 juta per tahun, tarif pajak 15%
  3. 3.Penghasilan di atas Rp 250 juta hingga Rp 500 juta per tahun, tarif pajak 25%
  4. 4.Penghasilan di atas Rp 500 juta per tahun, tarif pajak 30%
 
Siapa Yang Tidak Wajib Membayar Pajak Penghasilan Pasal 21 (PPh 21)
Meskipun Pajak Penghasilan Pasal 21 (PPh 21) dikenakan pada penghasilan yang diterima oleh pegawai atau karyawan dari pekerjaannya, namun terdapat beberapa kasus di mana seseorang tidak wajib membayar PPh 21.

Berikut adalah beberapa kondisi di mana seseorang tidak wajib membayar PPh 21:
  1. 1.Penghasilan yang diterima tidak melebihi batas ketentuan yang berlaku. Saat ini, batas penghasilan tidak dikenai pajak (PTKP) untuk wajib pajak orang pribadi adalah Rp 54 juta per tahun. Jika penghasilan yang diterima tidak melebihi batas ini, maka seseorang tidak wajib membayar PPh 21.
  2. 2.Pegawai atau karyawan yang berstatus sebagai pensiunan. Pensiunan biasanya telah membayar PPh 21 selama masa kerja, sehingga setelah pensiun mereka tidak wajib membayar PPh 21 lagi.
  3. 3.Pegawai atau karyawan yang bekerja pada lembaga pemerintah atau badan yang ditetapkan oleh pemerintah sebagai pemungut pajak. Dalam hal ini, pemungut pajak akan menanggung PPh 21 yang harus dibayarkan.
  4. 4.Pegawai atau karyawan yang bekerja pada badan yang dinyatakan sebagai lembaga sosial dan tidak mengambil keuntungan. Badan yang dinyatakan sebagai lembaga sosial dan tidak mengambil keuntungan biasanya adalah badan usaha yang bergerak di bidang sosial atau kemanusiaan, dan mereka tidak wajib membayar PPh 21.
Namun, perlu diingat bahwa walaupun seseorang tidak wajib membayar PPh 21, tetap diperlukan untuk melaporkan penghasilan yang diterima dan mengajukan Surat Pemberitahuan (SPT) Tahunan. Hal ini dilakukan agar penghasilan yang diterima dapat tercatat dengan jelas oleh pihak pajak dan menghindari potensi masalah di kemudian hari.

Cara Menghitung Pajak Penghasilan Pasal 21 (PPh 21)
Untuk menghitung Pajak Penghasilan Pasal 21 (PPh 21), Anda dapat mengikuti langkah-langkah berikut:
  1. 1.Hitung total penghasilan bruto yang diterima selama satu tahun kalender, termasuk gaji, tunjangan, bonus, insentif, atau penghasilan lain yang diterima dari pekerjaan.
  2. 2.Kurangi penghasilan yang tidak dikenakan pajak, seperti tunjangan kesehatan, tunjangan pensiun, dan tunjangan hari tua.
  3. 3.Kurangi juga penghasilan yang dikenakan pajak final, seperti PPh Pasal 4 ayat (2) atau PPh Pasal 22.
  4. 4.Hitung penghasilan neto setelah dikurangi penghasilan yang tidak dikenakan pajak dan penghasilan yang dikenakan pajak final.
  5. 5.Tentukan tarif PPh 21 yang berlaku berdasarkan jumlah penghasilan neto yang diperoleh. Tarif ini telah diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 23 Tahun 2018.
  6. 6.Hitung jumlah pajak yang harus dibayar dengan cara mengalikan penghasilan neto dengan tarif pajak yang berlaku.
  7. 7.Kurangi pajak yang telah dipotong oleh perusahaan atau organisasi setiap bulan.
  8. 8.Bayar sisa pajak yang masih harus dibayar ke Kantor Pelayanan Pajak (KPP) terdekat.
Sebagai contoh, jika karyawan A memiliki penghasilan bruto Rp 150 juta per tahun dan telah dikenakan pajak final PPh Pasal 22 sebesar Rp 2 juta, maka penghasilan neto karyawan A adalah Rp 148 juta. Tarif PPh 21 yang berlaku untuk penghasilan neto tersebut adalah 15%. Jadi, pajak yang harus dibayar oleh karyawan A adalah 15% x Rp 148 juta = Rp 22,2 juta. Jika karyawan A telah dipotong pajak PPh 21 sebesar Rp 10 juta selama setahun, maka sisa pajak yang harus dibayar ke KPP adalah Rp 12,2 juta.

Apa Sanksi Jika Tidak Membayar Pajak PPh 21
Jika seseorang atau perusahaan tidak membayar atau menyetor pajak penghasilan Pasal 21 (PPh 21) sesuai ketentuan yang berlaku, maka akan dikenakan sanksi administratif dan pidana.
Sanksi administratif dapat berupa:
  1. 1.Denda administratif sebesar 2% dari jumlah pajak yang tidak atau telat dibayar.
  2. 2.Bunga sebesar 2% per bulan dari jumlah pajak yang tidak atau telat dibayar.
  3. 3.Pengenaan Sanksi Pidana berdasarkan ketentuan Pasal 39 Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2007 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan.
Sanksi pidana dapat berupa:
  1. 1.Kurungan atau denda atau kedua-duanya, dengan ancaman maksimum 6 tahun penjara dan denda maksimum Rp 1 miliar.
  2. 2.Penuntutan pidana atas tindakan penggelapan pajak sesuai dengan ketentuan Pasal 372 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP).
Selain itu, orang atau perusahaan yang tidak membayar atau menyetor pajak PPh 21 juga dapat dikenai pembatasan hak-hak hukum, seperti pembatasan dalam mendapatkan Surat Keterangan Dalam Negeri (SKDN), pembatasan dalam pengurusan dokumen kepabeanan, pembatasan dalam pengurusan Izin Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM), serta pembatasan dalam pengurusan pendaftaran tanah dan hak atas tanah.

Oleh karena itu, sangat penting untuk mematuhi kewajiban perpajakan dan membayar pajak PPh 21 tepat waktu agar terhindar dari sanksi administratif dan pidana yang dapat merugikan secara finansial dan reputasi.

Kesimpulan
Nah itulah tadi penjelasan mengenai Pajak Penghasilan Pasal 21 (PPh 21) dari pengertiannya sampai dengan aturan PPh 21 untuk pegawai tetap atau tenaga kerja lepas. Semoga artikel ini dapat membuatmu lebih mengenal lagi apa itu Pajak Penghasilan Pasal 21 (PPh 21). Sekian, semoga bermanfaat.

Liputan Software ERP IDMETAFORA Indonesia!

Jika anda merasa artikel ini bermanfaat, bagikan ke pengikut anda melalui tombol dibawah ini:



Software ERP Indonesia

Artikel rekomendasi untuk Anda