Dalam Perpajakan ada istilah pajak tangguhan atau biasa disebut sebagai deferred tax expense. Dari sudut pandang perpajakan, pajak yang tangguhan merupakan beban pajak yang dapat berpengaruh pada penambahan atau pengurangan beban pajak, yang harus dibayar oleh wajib pajak di masa yang akan datang.
Meski pengertian pajak yang ditangguhkan tidak bisa hanya dilihat dari sudut pandang perpajakan saja. Karena dari sudut pandang akuntansi, pajak tangguhan ini dapat didefinisikan dari dua sudut pandang. Seperti apa dua sudut pandang pajak tangguhan pada akuntansi dan bagaimana perlakuan akuntansinya menurut Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan (PSAK)? Berikut adalah ulasannya singkatnya.
Seperti yang telah disebutkan, pajak tangguhan adalah beban pajak yang dapat mempengaruhi pengurangan atau penambahan pajak di masa mendatang. Namun itu jika dilihat dari segi perpajakan. Sementara dari perspektif akuntansi Pajak tangguhan dapat didefinisikan sebagai aset maupun liabilitas.
1. Pajak Tangguhan Sebagai Aset
Aset pajak yang ditangguhkan adalah jumlah Pajak Penghasilan (PPh) yang dapat dibebankan pada periode pajak berikutnya. Jumlah Pajak Penghasilan yang dapat dipulihkan berasal dari akumulasi rugi pajak yang belum dikompensasi, perbedaan temporer yang dapat dikurangkan dan akumulasi kredit pajak belum dapat dimanfaatkan sesuai dengan peraturan perpajakan. Seiring dengan definisi ini muncul konsep tentang "pemulihan masa mendatang". Artinya, aset pajak tangguhan merupakan pajak yang dapat dibebankan pada periode mendatang sebagai akibat dari perbedaan temporer yang dapat dikurangkan dan kompensasi sisa kerugian.
2. Pajak Tangguhan Sebagai Liabilitas
Liabilitas pajak yang ditangguhkan, merupakan jumlah Pajak Penghasilan yang terutang di masa mendatang yang diakibatkan oleh perbedaan temporer kena pajak. Definisi ini juga menimbulkan konsep tentang "dibayarkan pada masa mendatang". Secara sederhana, pajak tangguhan dapat didefinisikan sebagai pajak yang timbul akibat perbedaan peraturan perpajakan, yaitu fiskal dengan standar akuntansi keuangan yaitu komersial. Adanya perbedaan ini membuat pendapatan atau beban yang dicatat pada setiap periode akuntansi berbeda. Namun, pada akhirnya jumlah total yang dicatat antara fiskal dan komersial akan sama. Nah perbedaan inilah yang biasa disebut sebagai temporary difference.
Dalam menghitung beban pajak yang harus dibayar pada akhir tahun, wajib pajak biasanya menggunakan cara perhitungan akuntansi komersial, dimulai dengan pengakuan unsur penghasilan, pengakuan beban yang dapat dijadikan pengurang, menerapkan metode penyusutan untuk menentukan beban penyusutan aset, pengakuan sisa nilai aset tetap dan Penerapan jangka waktu untuk, hingga menentukan besarnya penyisihan atau biaya cadangan. Hasil penerapan ini tertuang dalam laporan keuangan tahunan yang menjadi dasar penghitungan beban Pajak Penghasilan usaha yang dibayar oleh wajib pajak.
Namun dalam pelaporan SPT tahunan, PPh yang dihitung oleh wajib pajak berdasarkan laba komersial tidak dapat langsung dipastikan sebagai beban pajak, karena dasar pelaporan SPT tahunan didasarkan pada peraturan perpajakan berdasarkan ketentuan perpajakan UU Nomor 36 Tahun 2008 tentang penerimaan perpajakan dan peraturan pelaksanaannya dibawah ini. Prosedur ini berbeda dengan peraturan akuntansi komersial.
Jika laba akuntansi melebihi penghasilan dari laba pajak, maka akan timbul kewajiban pajak tangguhan. Sebaliknya, jika laba akuntansi lebih rendah dari penghasilan maka akan terbentuk aset pajak tangguhan. Singkatnya, pajak tangguhan tidak dapat dihindari dan dapat dihasilkan dari dua pendekatan yang harus dijalani dalam menghitung beban pajak kini. Nilai aset atau manfaat pajak jenis ini akan menghilangkan kewajiban perpajakannya. Oleh karena itu, tidak akan ada lagi kewajiban pembayaran di masa mendatang. Nilai aset atau manfaat pajak ini timbul dari selisih antara laba akuntasi dan laba menurut pajak.
Perlakuan akuntansi untuk pajak ditangguhkan, diatur dalam PSAK nomor 46 yaitu tentang “Akuntansi Pajak Penghasilan” yang resmi diterbitkan oleh Ikatan Akuntan Indonesia (IAI). Akuntansi Pajak Tangguhan PSAK Nomor 46 ini terdiri dari empat fungsi kegiatan yaitu pengakuan, pengukuran, penyajian dan pengungkapan.
1. Pengakuan
Pajak tangguhan dapat diakui sebagai aktiva atau aset dalam laporan keuangan. Dengan kata lain, perusahaan yang menyusun laporan keuangan dapat mengakui nilai tercatat pada aktiva atau akan melunasi nilai tercatat pada kewajiban. Perbedaan temporer yang dapat meningkatkan jumlah pajak di masa depan, akan diakui sebagai kewajiban, di mana utang pajak yang ditangguhkan dan perusahaan harus mengakui adanya beban pajak tangguhan.
2. Pengukuran
Dinyatakan dalam PSAK No. 46 Paragraf 30, pengukuran pajak tangguhan dihitung menggunakan tarif yang berlaku dimasa mendatang. Ketika pengukuran atas kewajiban dan aset pajak yang ditunda, diukur menggunakan tarif pajak yang berlaku dalam periode dimana aset direalisasi atau kewajiban dilunasi. Ini didasarkan pada tarif pajak yang secara substansif berlaku pada tanggal neraca. Secara teknis, pengakuan kewajiban dan aktiva pajak tangguhan diakui terhadap rugi fiskal yang masih dapat dikompensasikan. Serta perbedaan temporer/waktu antara laporan keuangan komersial, dengan laporan keuangan fiskal yang dikenakan pajak, dikalikan dengan tarif pajak yang berlaku.
3. Penyajian
Aset dan kewajiban pajak tangguhan harus dilaporkan secara terpisah dari aset, atau kewajiban pajak terbaru, serta disajikan sebagai unsur non-current dalam neraca. Setiap beban atau pendapatan pajak tangguhan harus disajikan terpisah dengan beban pajak kini dalam laporan laba rugi perusahaan. Aset dan kewajiban pajak harus disajikan secara terpisah dari aset dan kewajiban lainnya pada neraca. Aset dan kewajiban pajak tangguhan harus dipisahkan dari aset pajak kini dan kewajiban pajak kini. Jika pada laporan keuangan perusahaan, aset dan kewajiban lancar disajikan terpisah dari aset dan kewajiban tidak lancar, maka aset pajak ditangguhkan tidak dapat/boleh disajikan sebagai aset lancar.
4. Pengungkapan
Pengungkapan pajak tangguhan diatur dalam PSAK Nomor 46 paragraf 56-63. Pada paragraf 56 menjelaskan beberapa hal yang berkaitan dengan pajak yang ditangguhkan dan harus diungkapkan dalam catatan atas laporan keuangan, yaitu:
-Jumlah pajak kini dan pajak yang ditunda berasal dari transaksi yang langsung dibebankan atau dikreditkan ke ekuitas.
-Penjelasan hubungan antara beban (penghasilan) pajak dan laba akuntansi dalam salah satu atau dua bentuk. Pertama, rekonsiliasi beban pajak dan hasil perkalian laba akuntansi, serta tarif yang berlaku dengan mengungkapkan dasar perhitungan pajak yang berlaku. Kedua, rekonsiliasi antara rata-rata tarif pajak efektif, dengan tarif pajak yang berlaku, mengungkapkan dasar penghitungan tarif pajak yang berlaku.
-Perubahan tarif pajak yang berlaku dan perbandingan dengan tarif pajak pada periode akuntansi sebelumnya.
-Jumlah perbedaan temporer yang dapat dikurangkan dan sisa kerugian yang dapat dikompensasi ke tahun berikutnya dan diakui pada neraca sebagai aset pajak yang ditangguhkan.
Nilai aset pajak atau manfaat jenis ini akan menghilangkan kewajiban perpajakannya. Oleh karena itu, tidak akan ada lagi kewajiban pembayaran di masa mendatang. Nilai aset/manfaat pajak ini timbul dari selisih/perbedaan antara laba menurut akuntansi dan laba menurut pajak.
Pajak tangguhan ini tidak dapat dihindari dan dapat muncul sebagai akibat adanya dua pendekatan yang harus dijalani dalam menghitung beban pajak saat ini.
PT Gemerlap Indah adalah perusahaan yang bergerak di bidang penjualan emas.
1. Data penjualan emas pada tahun 2016 sebesar Rp30.500.000.000.
2. Data penjualan emas pada tahun 2017 sebesar Rp31.000.000.000.
3. Laba komersial pada tahun 2017 sebesar Rp2.000.000.000.
4. Koreksi fiskal negatif atas biaya penyusutan sebesar Rp100.000.000, karena ada biaya penyusutan menurut akuntansi pajak (fiskal) diakui lebih besar daripada akuntansi komersial.
5. Laba fiskal (pajak) sebesar 2.000.000.000 - 100.000.000 = 1.900.000.000 (Rp1,9 Milyar).
6. Kemudian cara menghitung PPh terutang badan yakni sebesar Rp1.900.000.000 × 25% = Rp475.000.000. Apabila tidak ada koreksi fiskal atas penyusutan PPh Badan yang terutang sebesar Rp2.000.000.000 × 25% = Rp500.000.000. Jadi, kewajiban pajak yang harus ditanggung sebesar Rp500.000.000 - Rp475.000.000 = Rp25.000.000.
Jika tarif pajak diterapkan pada Laba Komersial (Laba Akuntansi) dengan Penghasilan Kena Pajak (Laba Pajak), hasilnya mungkin akan berbeda. Perbedaan ini disebut dengan Pajak Tangguhan.
Demikian pernyataan mengenai pajak tangguhan, yang merupakan jenis pajak yang mempengaruhi pajak yang akan dibayarkan pada tahun bersangkutan. Diketahui bahwa jenis pajak ini juga memiliki arti yang berbeda tergantung dari sudut pandang yang digunakan. Konsep dasar pajak tangguhan pun beragam sesuai PSAK Nomor 46 yang resmi diterbitkan Ikatan Akuntan Indonesia (IAI).
Seperti disebutkan sebelumnya, pemahaman tentang pajak tangguhan diperlukan bagi individu yang memiliki unit usaha tertentu. Begitu pula dengan pemahaman akan pencatatan dan pengelolaan keuangan, yang berperan besar dalam keberlangsungan suatu usaha maupun bisnis. Dalam hal ini, menggunakan aplikasi bisnis dan akuntansi dapat membantu pembukuan keuangan menjadi lebih cepat, akurat, dan otomatis.
Kesempatan lowongan magang terbaru di tahun 2024
Baca Selengkapnya..