+62 896 6423 0232 | info@idmetafora.com
Software ERP Indonesia IDMETAFORA


Mengenal Pengertian Serta Karakteristik Dari Pajak Masukan dan Pajak Keluaran

22 November, 2022   |   Isaias

Mengenal Pengertian Serta Karakteristik Dari Pajak Masukan dan Pajak Keluaran

Pemerintah akan memberlakukan kenaikan tarif Pajak Pertambahan Nilai  atau bisa disingkat PPN menjadi 11% mulai 1 April, sebagaimana yang tertuang dalam Undang-Undang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (UU HPP). Menteri Keuangan Sri Mulyani menyebutkan bahwa langkah tersebut diperlukan untuk memperkuat fondasi perpajakan. Seperti diketahui, PPN merupakan pungutan yang dikenakan atas seluruh konsumsi barang atau jasa kena pajak yang sifatnya umum (general tax on consumption). Pungutan ini menyasar ke barang kena pajak atau BKP dan juga jasa kena pajak atau JKP, serta dibebankan kepada wajib pajak pribadi atau juga wajib pajak badan yang telah mendapatkan status Pengusaha Kena Pajak atau PKP. 

Salah satu karakteristik dari PPN adalah pajaknya yang bersifat multi stage levy. Itu berarti pungutan dikenakan pada setiap tahap jalur produksi serta distribusi. Ini mulai dari pabrik, pedagang besar, grosir, hingga dengan pedagang kecil. Meski dikenakan pada setiap mata rantai produksi dan juga distribusi, pajak ini tidak akan menimbulkan efek pajak yang berganda. Karena, mekanismenya menganut pengkreditan pajak masukan dan juga pajak keluaran.

Lalu, apa sih sebenarnya yang dimaksud dengan Pajak Masukan dan Pajak Keluaran dalam PPN itu? Nah, pada artikel kali ini kami akan membahas tuntas terkait dengan pajak keluaran dan pajak masukan. Maka dari itu simak penjelasan lengkapnya di bawah ini ya!

 

Apa itu Pajak Masukan Dan Pajak Keluaran?

Pajak Masukan

Merujuk IBFD International Tax Glossary pada tahun 2015 pajak masukan atau input tax atau input value add tax (VAT) adalah Pajak Pertambahan Nilai atau PPN yang harus dibayarkan oleh pengusaha terkait dengan perolehan barang dan jasa untuk tujuan bisnis.

Lebih lanjutnya, jika barang serta jasa tersebut digunakan untuk transaksi kena pajak maka pajak masukan ini umumnya dapat dikreditkan. Namun, apabila barang dan juga jasa tersebut digunakan untuk tujuan yang dikecualikan dari pengenaan pajak, maka pajak ini umumnya hal ini tidak dapat dikreditkan.

Sementara itu, Kath Nightingale (2002) berpendapat bahwa pajak masukan sebagai PPN yang dapat diklaim kembali atas pembelian yang dilakukan oleh PKP. Berdasarkan Pasal 1 angka 24 UU PPN, pajak masukan adalah Pajak Pertambahan Nilai atau PPN yang seharusnya sudah dibayarkan oleh PKP karena perolehan barang kena pajak (BKP), perolehan jasa kena pajak (JKP), pemanfaatan BKP tidak berwujud dari luar daerah pabean, dan/atau impor BKP.

Secara sederhana, pajak ini dapat diartikan sebagai Pajak Pertambahan Nilai atau PPN yang telah dipungut oleh PKP pada saat penyerahan BKP dan JKP dalam masa pajak tertentu. Pajak tersebut dapat dikreditkan oleh PKP untuk dapat memperhitungkan sisa pajak yang terutang melalui mekanisme mekanisme pengkreditan pajak.

Secara ringkas, mekanisme pengkreditan pajak masukan ini membuat PKP dapat mengkreditkan pajak yang dibayarkannya atas perolehan barang dan juga jasa dengan pajak keluaran yang dipungut ketika melakukan penyerahan barang.

Apabila pajak keluaran tersebut lebih besar dari pajak masukan maka kelebihan pajak keluaran tersebut harus disetorkan kepada kas negara. Sebaliknya, apabila pajak masukan tersebut lebih besar dari pajak keluaran maka kelebihan pajak masukan tersebut dapat dikompensasikan ke masa pajak berikutnya atau direstitusi.

Kendati dapat dijadikan pengurang untuk dapat mengetahui berapa besaran pajak yang harus disetor, tidak semua pajak masukan dapat dikreditkan. Prinsip pengkreditan pajak ini  diatur dalam Pasal 9 ayat UU PPN.


Pajak Keluaran

Merujuk pada IBFD International tax Glossary (2015) output tax/ouput value add tax (VAT) atau pajak keluaran adalah Pajak Pertambahan Nilai atau PPN yang harus dibayarkan kepada otoritas pajak oleh pengusaha atas penyerahan barang atau suatu jasa untuk pihak ketiga.

Sementara itu, Kath Nightingale (2002) juga mendefinisikan bahwa pajak keluaran sebagai PPN yang harus dikenakan atas penyerahan barang atau jasa kena pajak yang dilakukan oleh pengusaha kena pajak. Umumnya, pajak keluaran dihitung dengan cara menerapkan tarif PPN pada harga jual yang belum termasuk pajak.

Berdasarkan Undang-undang Pasal 1 angka 25 UU PPN, pajak keluaran adalah Pajak Pertambahan Nilai atau PPN terutang yang wajib dipungut oleh PKP yang melakukan penyerahan barang kena pajak (BKP) atau jasa kena pajak (JKP), ekspor BKP berwujud/tidak berwujud, dan/atau ekspor JKP.

Sederhananya, pajak keluaran dapat diartikan sebagai Pajak Pertambahan Nilai atau PPN yang dipungut oleh PKP atas penyerahan BKP/JKP kepada pembeli atau konsumen. Selanjutnya, sebagai bukti pemungutan PPN tersebut maka PKP diharuskan untuk menerbitkan faktur pajak.

Dalam faktur pajak tersebut tertera besaran dari nilai PPN yang harus dibayar oleh pihak pembeli kepada PKP penjual. PPN yang tercantum dalam faktur pajak itulah yang menjadi pajak keluaran bagi PKP yang sedang melakukan penyerahan barang atau jasa.

Pada prinsipnya, faktur pajak haruslah dibuat pada saat penyerahan atau saat penerimaan suatu pembayaran. Namun, dalam hal tertentu PKP dimungkinkan untuk dapat membuat faktur pajak di saat lain.

Penjelasan lebih lanjut terkait dengan faktur pajak ini dapat disimak dalam PMK 151/2013, Perdirjen Pajak No.PER-24/PJ/2012 s.t.d.t.d Perdirjen Pajak No.PER – 17/PJ/2014 dan juga Perdirjen Pajak No.PER – 04/PJ/2020.

Adapun jumlah pajak keluaran yang nantinya diperhitungkan dengan pajak masukan untuk menghitung jumlah pajak yang harus disetor. Selanjutnya, baik jumlah pajak keluaran maupun pajak masukan juga haruslah dituangkan dalam Surat Pemberitahuan (SPT) Masa PPN.

 

Karakteristik Pajak Keluaran dan Pajak Masukan

Pajak Masukan

Dalam penerapan pungutan PPN, PKP mengkreditkan pajak masukan dan juga pajak keluaran dalam suatu masa pajak yang sama. Apabila dalam masa pajak tersebut pajak keluaran itu lebih besar, maka kelebihan pajak keluaran tersebut harus disetorkan ke kas negara.

Sebaliknya, apabila dalam masa pajak tersebut, masa pajak masukan lebih besar dari pajak keluaran, maka kelebihan pajak masukan dapat dikompensasikan ke masa pajak berikutnya. Dalam tata cara ini, jumlah yang harus dibayarkan oleh PKP ini dapat berubah sesuai dengan pajak masukan yang dibayar.

 

Pajak Keluaran

PPN sering disebut sebagai pajak objektif, karena dalam pemungutannya PPN memberi penekanan pada objek yang telah dikenakan pajak. Pengenaan pajak keluaran ini biasanya diawali dengan penetapan tarif barang. Kemudian dilanjutkan dengan pemungutan pajak oleh para penjual.

PKP yang telah melakukan transaksi jual beli barang artinya, PKP telah mengambil atau memungut rupiah yang dihasilkan dari penjualan BKP miliknya yang dibeli konsumen yang nantinya juga akan berfungsi sebagai kredit pajak.

Batas waktu dalam melakukan pengkreditan pajak keluaran adalah 3 bulan setelah masa pajak berakhir sehingga PKP memiliki waktu yang leluasa untuk bisa melakukan pengkreditan pajak.

Sebagai bukti pemungutan dari PPN, maka PKP diharuskan untuk membuat Faktur Pajak. PPN yang sudah tercantum dalam Faktur Pajak inilah yang merupakan Pajak Keluaran bagi PKP Penjual Barang Kena Pajak dan/atau Jasa Kena Pajak (JKP).

Dalam hal PKP memperoleh BKP dan/atau JKP dan/atau memanfaatkan BKP tidak berwujud dari Luar Daerah Pabean dan/atau pemanfaatan dari JKP dari Luar Daerah Pabean dan/atau Impor BKP, maka PPN tersebut merupakan Pajak Masukan bagi PKP tersebut.

Jumlah Pajak Keluaran dan juga Pajak Masukan tersebut kemudian dituangkan dalam Surat Pemberitahuan (SPT) Masa PPN. Ketika jumlah Pajak Keluaran lebih besar daripada jumlah Pajak Masukan, maka selisihnya merupakan jumlah PPN yang harus disetorkan ke Kas Negara oleh PKP.

Apabila dalam suatu Masa Pajak, jumlah Pajak Masukan yang dapat dikreditkan lebih besar daripada jumlah Pajak Keluaran tersebut, maka selisihnya merupakan kelebihan pajak yang dikompensasikan ke Masa Pajak berikutnya. Namun, apabila kelebihan dari Pajak Masukan terjadi pada Masa Pajak akhir tahun buku, kelebihan Pajak Masukan tersebut dapat diajukan permohonan pengembalian atau biasa disebut dengan restitusi.

Liputan Software ERP IDMETAFORA Indonesia!

Jika anda merasa artikel ini bermanfaat, bagikan ke pengikut anda melalui tombol dibawah ini:



Software ERP Indonesia

Artikel rekomendasi untuk Anda