Rekonsiliasi fiskal merupakan istilah yang berkaitan dengan laporan keuangan suatu perusahaan. Pada dasarnya setiap perusahaan tentu saja akan membutuhkan laporan keuangan supaya bisa mengelola serta mengontrol keuangan dengan lebih mudah. Laporan keuangan sendiri mempunyai peranan yang penting karena memuat seluruh informasi seputar kondisi keuangan suatu perusahaan secara keseluruhan. Di dalam laporan keuangan yang tercantum pada rekonsiliasi fiskal memerlukan koreksi, serta merupakan kegiatan untuk dapat mengetahui besarnya pajak penghasilan. Nantinya wajib pajak akan dilaporkan sesuai dengan peraturan perundang-undangan perpajakan yang berlaku di Indonesia. Mengingat istilah tersebut erat kaitannya dengan pajak penghasilan, tentu saja sangat penting untuk memahaminya. Sayangnya, istilah dari rekonsiliasi fiskal masih cukup umum untuk sebagian orang. Untuk lebih memahaminya, mari simak penjelasan rekonsiliasi fiskal berikut ini.
Rekonsiliasi fiskal adalah salah satu cara untuk mencocokkan beberapa perbedaan yang ada pada laporan keuangan komersial yang sudah disusun sesuai dengan Sistem Akuntansi Keuangan (SAK) serta dengan laporan keuangan yang sudah disusun sesuai dengan penyusunan sistem fiskal. Pengertian lebih sederhana disebutkan oleh Setiawan dan Musri (2006:421) yang menerangkan bahwa rekonsiliasi fiskal adalah penyesuaian ketentuan menurut pembukuan secara komersial maupun akuntansi yang harus disesuaikan menurut ketentuan perpajakan. Pembukuan atau laporan keuangan komersial sendiri digunakan di dalam penilaian kinerja ekonomi serta keadaan finansial sektor swasta, sementara itu laporan keuangan fiskal digunakan dalam perhitungan pajak. Oleh karena itu, bentuk dari dokumen rekonsiliasi fiskal yaitu berupa lampiran SPT tahunan PPh badan berupa kertas kerja yang berisi penyesuaian antara laba rugi komersial sebelum pajak dengan laba rugi berdasarkan ketentuan perpajakan. Rekonsiliasi fiskal diterapkan pada keseluruhan penyusunan laporan laba rugi yang mencakup pengeluaran maupun beban, serta pendapatan. Lebih tepatnya, rekonsiliasi dijalankan pada pos-pos biaya serta penghasilan di dalam laporan keuangan komersial, yang diantaranya yaitu seperti di bawah ini: -Rekonsiliasi penghasilan dikenakan PPh Final. -Rekonsiliasi penghasilan merupakan bukan objek pajak -Wajib Pajak akan mengeluarkan biaya yang tidak menjadi pengurang penghasilan bruto. -Wajib Pajak menggunakan suatu metode pencatatan yang berbeda dengan ketentuan pajak. -Wajib Pajak mengeluarkan biaya supaya mendapat pendapatan yang telah dikenakan PPh Final serta pendapatan dikenakan PPh Non Final.
Yaitu merupakan koreksi penghitungan pajak yang terjadi karena perbedaan pengakuan metode, manfaat, serta umur di dalam perhitungan laba secara komersial maupun secara fiskal. Koreksi fiskal terbagi menjadi 2 yakni koreksi fiskal positif serta koreksi fiskal negatif. 1. Koreksi Fiskal Positif Yaitu koreksi yang biasa suatu perusahaan lakukan dengan tujuan untuk melakukan perbaikan di dalam pencatatan pendapatan maupun pendapatan. Terdapat biaya yang berpengaruh terhadap peningkatan jumlah biaya bagi suatu perusahaan khususnya sebagai wajib pajak. Di dalam fiskal yang positif terjadi pembagian keuntungan maupun pendapatan. Laba maupun penghasilan yang masuk akan terkena pajak dan di bawah ini merupakan contoh rekonsiliasi pajak positif: -Terdapat sanksi administratif berupa denda. -Terdapat biaya untuk kepentingan pribadi Wajib Pajak. -Donasi serta hibah. -Premi asuransi kesehatan. -Asuransi beasiswa. -Suatu penghargaan untuk memberikan pekerjaan. 2. Koreksi Fiskal Negatif Setelah itu jenis kedua yaitu koreksi fiskal negatif. Hal tersebut merupakan koreksi negatif terhadap fiskal dengan tujuan untuk melakukan perbaikan, akan tetapi hasil yang masuk akan mengurangi besarnya biaya pajak sehingga jadi lebih ringan. Contoh misalnya, terdapat perbedaan penyusutan maupun amortisasi fiskal nominal. Penyusutan aset suatu perusahaan berupa aset bangunan serta non bangunan. Setelah itu, aset akan terpilih sesuai dengan jenis serta bentuknya di dalam daftar pajak, yang harus perusahaan laporkan kepada Direktur Jenderal Pajak.
Sebagai suatu metode maupun cara untuk mengetahui perbedaan yang ada pada laporan keuangan, rekonsiliasi fiskal mempunyai beberapa tujuan yaitu seperti di bawah ini: 1. Memeriksa Draft Laporan Keuangan Tujuan yang pertama dari dilakukannya suatu rekonsiliasi fiskal yaitu supaya suatu perusahaan bisa memeriksa kembali draft laporan keuangannya sebelum nantinya diserahkan kepada Dirjen Pajak. Suatu perusahaan bisa meneliti draft laporan keuangan tersebut dengan berdasarkan pada data yang sudah ada serta dengan memperhatikan segala bentuk transaksi, kemudian melakukan penyesuaian di antara penghasilan serta pengeluaran. 2. Meminimalisir Terjadinya Kesalahan Perhitungan Pajak Direktorat Jenderal Pajak sudah mengeluarkan peraturan serta regulasi pada Wajib Pajak. Oleh karena itu, penting untuk melakukan rekonsiliasi fiskal supaya tidak ada kesalahan maupun kerancuan pada laporan keuangan yang sudah dibuat. Apabila memang terdapat kesalahan yang muncul, artinya ada sebuah kekeliruan pada saat melakukan penghitungan besar nominal pajak yang harus dibayarkan oleh suatu perusahaan. Inilah yang akan membuat fungsi dari rekonsiliasi fiskal menjadi sangat penting. 3. Meminimalisir Adanya Kesalahan Hitung Rekonsiliasi fiskal juga dilakukan untuk menghindari serta menekan kemungkinan kesalahan yang akan terjadi pada saat perhitungan pajak. Karena, nominal angka yang salah akan menyebabkan kerugian yang fatal. Oleh karena itu, rekonsiliasi fiskal harus dilakukan untuk membuat laporan keuangan serta perhitungan besar pajak yang lebih tepat, serta akan membantu Dirjen Pajak untuk menghitung pajak yang sesuai dengan suatu perusahaan terkait.
Rekonsiliasi fiskal bisa dibedakan menjadi dua jenis dengan berdasarkan perbedaan secara komersial serta fiskal, yaitu rekonsiliasi beda waktu serta rekonsiliasi beda tetap. 1. Rekonsiliasi Beda Tetap Rekonsiliasi beda tetap disebabkan karena adanya transaksi yang diakui oleh Wajib Pajak sebagai penghasilan maupun biaya yang sesuai dengan standar akuntansi keuangan. Rekonsiliasi beda tetap membedakan laba kena pajak serta laba akuntansi sebelum pajak yang timbul karena transaksi yang mengacu kepada UU Perpajakan serta tidak akan terhapus dengan sendirinya pada periode lain. 2. Rekonsiliasi Beda Waktu Rekonsiliasi beda waktu disebabkan karena adanya beda waktu antara sistem akuntansi serta sistem perpajakan. Jadi, transaksi yang menurut akuntansi komersial serta pajak sama, akan tetapi terdapat perbedaan yang terletak pada waktu alokasi biaya.
Lebih mudahnya, koreksi fiskal positif akan membuat jumlah biaya pajak yang harus dibayarkan bertambah. Sementara itu koreksi fiskal negatif akan membuat jumlah biaya pajak yang harus dibayarkan berkurang. Di bawah ini terdapat beberapa jenis biaya yang bisa menimbulkan koreksi fiskal positif. 1. Biaya Kepentingan Pribadi Pemegang Saham Jenis biaya yang satu ini merupakan jenis yang dikeluarkan maupun dibebankan dari pihak pemegang saham untuk kepentingan pribadi. Pada umumnya, jenis biaya tersebut dikeluarkan oleh pihak perusahaan itu sendiri. Kemudian, hal yang terjadi adalah biaya tersebut tidak dapat dihilangkan dari penghasilan bruto perusahaan itu sendiri. Hal tersebut bisa menyebabkan koreksi fiskal positif. 2. Pembentukan Dana Cadangan Membuat maupun menumpuk dana cadangan juga dapat menyebabkan koreksi fiskal positif. Upaya ini tidak salah, karena telah diberi pengecualian dalam UU PPh Pasal 9 Ayat (1) huruf c yang mengizinkan pembentukan dana cadangan. Disebutkan jika dana cadangan piutang tidak tertagih maka diperbolehkan sebagai pengurang penghasilan bruto. Terdapat cadangan piutang tidak tertagih usaha bank serta badan usaha lain yang menyalurkan kredit. Di sini juga termasuk cadangan usaha yang dibentuk oleh BPJS, cadangan penjaminan untuk lembaga, cadangan biaya reklamasi, cadangan biaya penanaman kembali, dan cadangan biaya penutupan serta pemeliharaan tempat pembuangan limbah industri. 3. Premi Asuransi yang Dibayar oleh WPOP UU PPh Pasal 9 Ayat (1) huruf d membahas mengenai premi asuransi yang dibayarkan oleh Wajib Pajak Orang Pribadi ini (WPOP). Premi asuransi yang dibayarkan tersebut termasuk asuransi kesehatan, kecelakaan, asuransi jiwa, dwiguna, serta juga asuransi beasiswa. Pembayaran tersebut tidak dapat dikurangi dari penghasilan bruto, terlebih apabila dibayarkan sendiri oleh WPOP. 4. Penggantian dalam Bentuk Natura dan Kenikmatan Diatur di dalam UU PPh Pasal 4 Ayat (3) huruf d. Penggantian maupun pemberian imbalan berupa natura serta kenikmatan tidak dianggap sebagai objek pajak. Contohnya, pada saat imbalan diberikan dalam bentuk sembako. Hal tersebut tidak akan dihitung sebagai objek pajak penghasilan. Kemudian, hal tersebut juga diatur dalam PMK No. 167/PMK.03/2018. 5. Dana Berlebih yang Diberikan pada Pihak Tertentu Contoh umumnya yaitu pada saat pemegang saham di sebuah perusahaan yang juga merupakan seorang tenaga ahli. Individu ini memberikan jasanya dengan upah yang terlampau besar. Bahkan, lebih besar daripada harga pasar untuk jasa tersebut. Sebagian dari dana tersebut akan dianggap sebagai dividen serta bukan upah seluruhnya yang diterima oleh pemegang saham tersebut. 6. Harta yang Dihibahkan Harta ini termasuk ke dalam warisan serta harta yang disumbangkan sebagai bantuan. Peraturan tersebut tertuang ke dalam UU PPh Pasal 4 Ayat (3) huruf a dan b di mana dijelaskan bahwa dana ini tidak bisa dibebankan sebagai biaya. Akan tetapi, berdasarkan Peraturan Pemerintah No. 60 Tahun 2010 mengenai Zakat maupun Sumbangan Keagamaan yang Sifatnya Wajib yang bisa Dikurangkan dari Penghasilan Bruto, zakat tetap dibebankan sebagai biaya. 7. Biaya Kepentingan Pribadi WP atau Tanggungannya Pada umumnya yang dikeluarkan maupun dibebankan untuk kepentingan pribadi juga tidak dapat dikurangi dari penghasilan bruto. Hal yang dimaksud yaitu kepentingan pribadi sang Wajib Pajak serta orang-orang yang menjadi tanggung Wajib Pajak. Dengan kata lain, hal tersebut merupakan biaya yang digunakan dari penghasilan WP sendiri. 8. Sanksi Administrasi Penting untuk diketahui bahwa sanksi yang dimaksud merupakan sanksi yang bentuknya bunga, denda, kenaikan, serta sanksi pidana yang juga dapat berupa denda. Hal tersebut diatur dalam Undang-undang Ketentuan Umum serta Tata Cara Perpajakan (UU KUP). Sanksi administrasi perpajakan pada umumnya diterbitkan melalui Surat Tagihan Pajak.
Kesempatan lowongan magang terbaru di tahun 2024
Baca Selengkapnya..