Pada suatu proses produksi, ada dua jenis biaya di dalamnya, yaitu joint product cost dan joint cost. Sama dengan yang namanya joint cost merupakan biaya bersama, sedangkan joint product cost merupakan biaya produk bersama. Walaupun terdengar hampir sama, tapi kedua istilah ini mempunyai perbedaan yang mendasar. Kemudian, apa bedanya joint cost dengan joint product cost? Bagaimana cara untuk mengalokasikan dana pada dua biaya tersebut?
Joint cost merupakan semua biaya yang muncul agar dapat menghasilkan dua jenis produk ataupun lebih, dimana proses produksi tersebut dilakukan dengan simultan. Proses penghitungan biaya itu dibatasi dengan titik pemisahan atau split of point, yang merupakan suatu waktu yang mana produk utama serta produk sampingan yang dibuat dengan bersamaan bisa dipisahkan. Produk yang dihasilkan akan bisa secara langsung dijual pada titik ini, tapi juga dapat dilanjutkan produksinya supaya bisa menghasilkan produk yang lebih menguntungkan. Pengertian Produk Sampingan dan Produk Utama Sebelum mengenal lebih jauh tentang joint product cost, kita perlu mengetahui lebih dulu tentang pengertian produk utama serta produk sampingan. Produk utama merupakan produk yang dibuat secara bersamaan dengan produk sampingan, namun mempunyai kuantitas ataupun nilai yang lebih daripada produk sampingan. Sedangkan produk sampingan merupakan produk yang walaupun saat proses pembuatannya dilakukan bersamaan dengan produk utama, tapi harga jualnya cenderung lebih rendah. Contoh sederhananya yakni penggilingan padi. Mesin penggilingan padi pasti akan menghasilkan beras, dan sisanya akan menghasilkan dedak atau gabah. Beras merupakan produk utama, dan dedak atau gabah yakni contoh produk sampingan. Contoh lainnya ialah pengilangan minyak bumi. Disana akan menghasilkan minyak serta aspal sebagai produk sisanya. Pada produk utamanya yaitu minyak bumi dan aspal yang merupakan produk sampingannya. Kemudian Apa Bedanya Joint Cost serta Joint Product Cost. Lain halnya pada joint cost atau biaya bersama, biaya produk bersama atau biasa disebut joint product cost merupakan biaya yang muncul dari awal proses produksi. Didalamnya mencakup biaya tenaga kerja, biaya bahan baku, serta juga biaya overhead. Biaya ini akan muncul saat pengolahan di beberapa jenis produk. Setiap produk akan dapat dibedakan dengan berdasarkan sudut alokasinya. Alokasi biaya bersama dapat ditelusuri ke produk tertentu, yang artinya Anda dapat melakukan penelusuran aliran biaya tersebut pada proses produksi. Inilah perbedaan antara joint cost serta joint product cost, biaya akan dialokasikan dengan beragam jenis produk.
Sesuai dengan pengertian di atas, biaya joint cost memang nantinya dialokasikan pada produk tertentu yang akan dicatat pada laporan keuangan. Terdapat beberapa metode yang dapat Anda gunakan untuk mengalokasikan dana joint cost merupakan sebagai berikut: 1. Metode Unit Fisik Pada metode ini, alokasi biaya joint cost dalam produk yang dihasilkan akan berdasarkan ukuran fisiknya. Ukuran tersebut dapat dinyatakan dalam satuan tertentu, seperti ton, pon, papan, galon, dan unit panas. Contohnya, saat produk A menghasilkan 300 pon dan produk B menghasilkan 700 pon, maka produk A nantinya menerima alokasi biaya sebesar 30%, sedangkan alokasi biaya untuk produk B adalah sebesar 70%. Supaya bisa mendapatkan rata-rata biaya unitnya, dengan itu kita bisa membagi biaya total bersama dengan total pengeluaran. 2. Metode rata-rata seimbang Pada metode sebelumnya, hanya kuantitas baranglah yang akan dijadikan acuan untuk menentukan alokasi biaya. Padahal di dalam proses produksi, ada beberapa faktor lain yang juga perlu diperhitungkan, seperti waktu yang diperlukan guna memproduksi produk, kesulitan dalam proses produksi, dan perbedaan jenis tenaga kerja yang terlibat dalam proses produksi. Berbagai faktor perlu diperhitungkan dalam metode rata-rata seimbang. Dalam faktor dan bobot relatif akan digabungkan ke dalam nilai tunggal, yang dikenal dengan faktor bobot. 3. Alokasi biaya berdasarkan nilai pasar relatif Metode ini diklaim lebih baik daripada kedua jenis metode di atas. Pasalnya, metode ini memakai asumsi bahwa tak ada biaya yang akan muncul saat semua produk yang dibuat menghadirkan pendapatan dan juga tingkat pengembalian yang cukup dalam menutupi semua biaya. Hal tersebut sepadan dengan teori bahwa biaya yang dibutuhkan untuk bahan baku serta joint cost lainnya saat proses produksi barang berkaitan dengan nilai jual produk. 4. Metode Nilai Jual Terpisah Alokasi biaya yang ada pada dalam metode ini didasarkan pada nilai pasar ataupun penjualan pada suatu produk di titik pemisahan. Semakin tinggi nilai pasar atas suatu produk, maka akan semakin tinggi pula biaya yang dialokasikan untuk produk tersebut. Di dalamnya juga akan terjadi alokasi biaya yang sifatnya konstan. Hal itu akan terjadi selama harga jual yang ada pada titik pemisahan stabil atau fluktuasi setiap harganya seimbang. 5. Metode nilai realisasi bersih Nilai pasar yang ada pada titik pemisahan merupakan sebuah nilai yang belum tentu sesuai dengan para pelanggan. Dengan itu, metode ini menggunakan nilai jual hipotesis yang didapat dengan cara mengurangi semua biaya produksi yang dapat dipisahkan dari harga pasar. Dengan menggunakan cara ini, maka Anda dapat mengalokasikan biaya joint cost dengan merata dengan didasarkan pada setiap bagian produk, dari nilai jual hipotesis yang tersedia. 6. Metode Persentase Margin Bruto Konstan Dengan metode ini, semua biaya yang ada di titik pemisahan akan diinput pada biaya keseluruhan, yang artinya laba pun bisa masuk ke dalam biaya ini. Metode ini pun akan mengalokasikan joint cost pada setiap produk yang akan menyebabkan persentase margin bruto yang mirip. 7. Rasio Penjualan Terhadap Produksi Metode ini dapat mengalokasikan biaya joint cost pada faktor pembobot, yang mana faktor tersebut nantinya akan menampilkan hasil persentase penjualan dengan persentase produksi. Sampai produk yang mempunyai harga jual tinggi akan mendapatkan alokasi biaya bersama paling besar.
Kesempatan lowongan magang terbaru di tahun 2024
Baca Selengkapnya..